KOTAK PENCARIAN GOOGLE


Jumat, 04 Maret 2011

Keyakinan Bahwa Dapat Pulih Kembali Pada Para Penderita Penyakit Jantung Koroner Mampu Menyelamatkan Mereka

/* Suatu penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Duke University Medical Center telah berhasil menemukan suatu kenyataan bahwa para penderita jantung koroner yang memiliki keyakinan positif yaitu bahwa mereka akan dapat kembali pulih seperti sediakala, ternyata lebih sedikit yang mengalami kematian dalam kurun waktu 15 tahun yaitu selama penelitian dilakukan, serta pada tahun pertama dari kepulihan mereka keadaan fungsi fisik mereka ternyata jauh lebih baik dari yang tidak memiliki keyakinan positip.

Jika pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya para peneliti telah berhasil menemukan kenyataan bahwa para penderita penyakit jantung koroner yang memiliki harapan yang optimis secara positip telah dapat mempengaruhi status fungsional jantung mereka, hingga dapat kembali melakukan aktifitas kehidupan normal mereka masing-masing

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan kali ini, hasil yang diperoleh telah jauh lebih menunjukan besarnya pengaruh keyakinan terhadap kesehatan bahkan mampu menyelamatkan dari kematian dalam jangka waktu yang cukup lama, seperti yang dipublikasikan oleh Archives of Internal Medicine.

Para peneliti dari Duke University Medical Center tersebut, dalam penelitian ini telah melibatkan 2.818 orang penderita penyakit jantung koroner, untuk diteliti mengenai sejauh mana harapan yang dimiliki oleh seorang pasien akan dapat mempengaruhi proses pemulihan diri mereka dan meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat melakukan kegiatan fisik yang normal.

Untuk hal ini, para pasien yang dilibatkan terlebih dahulu diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk mengetahui sikap yang mereka miliki terhadap apa yang sedang mereka saat itu, seperti halnya "pengaruh keadaan kondisi jantung saya saat ini hanya akan memiliki pengaruh yang sangat kecil atau sama sekali tidak akan mempengaruhi kemampuan saya dalam melakukan pekerjaan sehari-hari saya," atau "Saya kira kondisi jantung saya akan membatasi kemampuan saya dalam beraktifitas” dan keyakinan akan masa depan mereka seperti halnya "Saya yakin sepenuhnya bahwa saya masih bisa hidup lebih lama lagi dan sehat kembali " atau " Saya tidak yakin bahwa saya akan dapat pulih sepenuhnya dengan keadaan jantung saya yang seperti ini ".

Dalam hal ini, John C. Barefoot, PhD, beserta timnya juga secara khusus telah memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor keparahan penyakit, riwayat kesehatan yang mereka miliki masing-masing, gejala depresi yang saat itu dimiliki, dukungan sosial yang mereka terima, usia, jenis kelamin, pendidikan serta penghasilan mereka kedalam penelitian ini.

Terlepas dari adanya faktor-faktor diatas, pada kenyataannya tingkat kematian yang dialami oleh para pasien yang memiliki faktor harapan yang tinggi hanya mencapai 31,8 kematian per 100 orang pasien, sedangkan kematian yang dialami oleh para pasien yang memiliki faktor harapan rendah ternyata yang dicapai mereka adalah 46,2 kematian per 100 orang pasien.

Dengan demikian, maka ternyata para pasien yang memiliki harapan serta perasaan optimis untuk dapat segera pulih kembali mampu merubah kondisi fisik mereka hingga menurunkan kemungkinan mengalami kematian akibat penyakit mereka hingga 17% selama masa studi dilakukan, yaitu 15 tahun.

Barefoot mengatakan bahwa : "Memang kami sebelumnya telah mengetahui tentang adanya hubungan antara depresi yang dialami dengan peningkatan angka kematian. Akan tetapi, dalam penelitian yang kami lakukan ini kami telah berhasil menunjukkan tentang betapa besarnya dampak dari sebuah harapan terhadap proses pemulihan diri seorang pasien, karena dirinya mampu mengatasi masalah-masalah yang menyebabkan depresi maupun faktor-faktor psikologis dan sosial lainnya."

Menurut Barefoot dan rekan-rekannya, terdapat dua kemungkinan dalam hal ini. Yang pertama adalah kelompok yang merasa optimis cenderung menjadkan dirinya rajin untuk mengikuti arahan yang diberikan selama mereka menjalani terapi tanpa merasa bosan atau terjebak menggeluti emosi, hingga memiliki dampak yang positip bagi proses penyembuhan mereka.

Sedang kelompok yang memiliki tanggapan negatif cenderung menjadikan dirinya diliputi stres dan ketegangan, hingga merusak tubuh serta meningkatkan risiko pada diri mereka untuk kembali mengalami serangan jantungi.


Dialihbahasa dan disarikan oleh WS Djaka Panungkas dari tulisan Courtney Ware dalam WebMD Health News 28 Februari 2011 Suatu penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Duke University Medical Center telah berhasil menemukan suatu kenyataan bahwa para penderita jantung koroner yang memiliki keyakinan positif yaitu bahwa mereka akan dapat kembali pulih seperti sediakala, ternyata lebih sedikit yang mengalami kematian dalam kurun waktu 15 tahun yaitu selama penelitian dilakukan, serta pada tahun pertama dari kepulihan mereka keadaan fungsi fisik mereka ternyata jauh lebih baik dari yang tidak memiliki keyakinan positip.

Jika pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya para peneliti telah berhasil menemukan kenyataan bahwa para penderita penyakit jantung koroner yang memiliki harapan yang optimis secara positip telah dapat mempengaruhi status fungsional jantung mereka, hingga dapat kembali melakukan aktifitas kehidupan normal mereka masing-masing

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan kali ini, hasil yang diperoleh telah jauh lebih menunjukan besarnya pengaruh keyakinan terhadap kesehatan bahkan mampu menyelamatkan dari kematian dalam jangka waktu yang cukup lama, seperti yang dipublikasikan oleh Archives of Internal Medicine.

Para peneliti dari Duke University Medical Center tersebut, dalam penelitian ini telah melibatkan 2.818 orang penderita penyakit jantung koroner, untuk diteliti mengenai sejauh mana harapan yang dimiliki oleh seorang pasien akan dapat mempengaruhi proses pemulihan diri mereka dan meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat melakukan kegiatan fisik yang normal.

Untuk hal ini, para pasien yang dilibatkan terlebih dahulu diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk mengetahui sikap yang mereka miliki terhadap apa yang sedang mereka saat itu, seperti halnya "pengaruh keadaan kondisi jantung saya saat ini hanya akan memiliki pengaruh yang sangat kecil atau sama sekali tidak akan mempengaruhi kemampuan saya dalam melakukan pekerjaan sehari-hari saya," atau "Saya kira kondisi jantung saya akan membatasi kemampuan saya dalam beraktifitas” dan keyakinan akan masa depan mereka seperti halnya "Saya yakin sepenuhnya bahwa saya masih bisa hidup lebih lama lagi dan sehat kembali " atau " Saya tidak yakin bahwa saya akan dapat pulih sepenuhnya dengan keadaan jantung saya yang seperti ini ".

Dalam hal ini, John C. Barefoot, PhD, beserta timnya juga secara khusus telah memperhitungkan pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor keparahan penyakit, riwayat kesehatan yang mereka miliki masing-masing, gejala depresi yang saat itu dimiliki, dukungan sosial yang mereka terima, usia, jenis kelamin, pendidikan serta penghasilan mereka kedalam penelitian ini.

Terlepas dari adanya faktor-faktor diatas, pada kenyataannya tingkat kematian yang dialami oleh para pasien yang memiliki faktor harapan yang tinggi hanya mencapai 31,8 kematian per 100 orang pasien, sedangkan kematian yang dialami oleh para pasien yang memiliki faktor harapan rendah ternyata yang dicapai mereka adalah 46,2 kematian per 100 orang pasien.

Dengan demikian, maka ternyata para pasien yang memiliki harapan serta perasaan optimis untuk dapat segera pulih kembali mampu merubah kondisi fisik mereka hingga menurunkan kemungkinan mengalami kematian akibat penyakit mereka hingga 17% selama masa studi dilakukan, yaitu 15 tahun.

Barefoot mengatakan bahwa : "Memang kami sebelumnya telah mengetahui tentang adanya hubungan antara depresi yang dialami dengan peningkatan angka kematian. Akan tetapi, dalam penelitian yang kami lakukan ini kami telah berhasil menunjukkan tentang betapa besarnya dampak dari sebuah harapan terhadap proses pemulihan diri seorang pasien, karena dirinya mampu mengatasi masalah-masalah yang menyebabkan depresi maupun faktor-faktor psikologis dan sosial lainnya."

Menurut Barefoot dan rekan-rekannya, terdapat dua kemungkinan dalam hal ini. Yang pertama adalah kelompok yang merasa optimis cenderung menjadkan dirinya rajin untuk mengikuti arahan yang diberikan selama mereka menjalani terapi tanpa merasa bosan atau terjebak menggeluti emosi, hingga memiliki dampak yang positip bagi proses penyembuhan mereka.

Sedang kelompok yang memiliki tanggapan negatif cenderung menjadikan dirinya diliputi stres dan ketegangan, hingga merusak tubuh serta meningkatkan risiko pada diri mereka untuk kembali mengalami serangan jantungi.


Dialihbahasa dan disarikan oleh WS Djaka Panungkas dari tulisan Courtney Ware dalam WebMD Health News 28 Februari 2011

Tidak ada komentar:

UNTUK MENCAPAI SERTA MEMPERTAHANKAN SUATU KEPULIHAN

  1. Sadari sepenuhnya bahwa sebenarnya tubuh Anda memiliki proses-proses alami yang bila dicermati benar-benar, ternyata bahwa proses-proses tersebut memiliki kinerja yang bersifat memelihara, melindungi serta memulihkan dirinya.
  2. Sadari sepenuhnya akan ke-Maha Pengasihan Tuhan, dengan menyadari bahwa sebagai “Yang Maha Pengasih walau dengan alasan apapun pasti tidak akan membiarkan yang dikasihi oleh-Nya sampai harus mengalami penderitaan (cobalah cermati kinerja proses-proses tubuh kita tersebut, yang diciptakan-Nya sebagai bukti dari Ke Maha Pengasihan-Nya tersebut, yang menunjukan bahwa Dia tidak menginginkan sampai kita menghadapi masalah, penderitaan maupun penyakit).
  3. Sadari bahwa setiap masalah atau penyakit sebenarnya merupakan sesuatu yang terjadi jika kita salah didalam berpola pikir serta berpola makan, akibat lebih bertolok ukurkan pada upaya-upaya untuk memuaskan serta menyenangkan diri dari pada bertolok ukurkan pada pola yang dikehendaki-Nya untuk kita lakukan didalam memelihara serta menjaga keutuhan tubuh kita tersebut dengan selalu menerapkan kehendak-Nya didalam setiap gerak langkah yang kita lakukan didalam kehidupan kita sejak saat kita berpikir.
  4. Upayakan agar jangan menilai berlebihan apapun atau siapapun, tapi usahakanlah untuk dapat selalu menciptakan kehidupan yang bertolok ukurkan pada upaya-upaya untuk menciptakan kehidupan bersama yang saling mengasihi atau saling tidak menciptakan masalah satu sama lain. Jadi, hindari penerapan sikap serta prilaku tolok ukurnya berdasarkan pementingan, pemuasan, serta penyenangan diri, keluarga, golongan, agama dan lain-lainnya.
  5. Berpeganglah pada suatu prinsip bahwa apapun yang akan kita lakukan harus selain akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita, juga harus jangan sampai bisa menimbulkan masalah bagi pihak yang lain.
  6. Jangan terlalu mempermasalahkan apapun termasuk apa yang diperbuat oleh orang lain. Tetapi, ingatlah selalu bahwa demi dapat menciptakan ketentraman hidup bersama pihak lain, awalilah menciptakannya melalui pengelolaan pola berpikir serta pola bertindak diri kita sendiri.
  7. Tinggalkan pola makan serta minum yang cenderung didasari oleh keinginan untuk dapat memenuhi selera, rasa menyukai atau karena ingin mengikuti mode agar tidak disebut ketinggalan jaman saja, mengingat bermanfaat atau tidaknya yang tergantung dari dibutuhkan atau tidaknya oleh proses-proses tubuh pada saat itu.
  8. Jangan sampai berpikir tentang apa yang harus dilakukan oleh orang lain maupun diri kita sendiri agar kita mencapai kepuasan atau kesenangan. Tetapi pikirkanlah apa yang harus kita lakukan agar kita dapat hidup tentram dan damai dengan siapapun.

Sekar Kinasih Healing Therapy

Sistim pemulihan melalui pengelolaan pola berpikir dan pola makan/minum

GRATIS KONSULTASI JARAK JAUH

UNTUK INFORMASI TERAPI JARAK JAUH, SILAHKAN MENGHUBUNGI :

mindhealingtherapy@yahoo.com



,