Ini memang suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukannya, tetapi
menjadi seorang pemaaf serta memiliki kemauan untuk mau 'melupakan' masalah, ternyata memiliki
manfaat yang sangat besar bagi kesehatan.
Banyak orang menganggap bahwa mengampuni adalah bagian dari cinta
yang merupakan hadiah yang secara gratis diberikan kepada mereka yang pernah
atau telah menyakiti kita.
Menurut penelitian terbaru, sikap mengampuni ternyata memberikan
manfaat yang sangat besar pada pihak pemberinya. Karena, ternyata jika kita mau
serta mampu untuk mengendalikan diri agar menjadi seorang pemaaf yang mau
melupakan apa yang telah jadi permasalahannya, maka kita akan dapat menikmati
hasilnya yang berupa penurunan tekanan darah, peningkatan sistim kekebalan
tubuh, serta penurunan kadar hormon stres yang terdapat didalam darah kita.
Selain itu, didalam penelitian ternyata terbukti bahwa
keluhan-keluhan rasa sakit pada punggung, masalah perut, serta rasa sakit pada
kepala dapat menjadi hilang. Dan mengurangi adanya reaksi-reaksi negatif
seperti halnya dengan kemarahan, kegetiran, kebencian, depresi, dan emosi-emosi
negatif lainnya yang selalu menyertai kegagalan kita dalam memaafkan.
Tentu saja, memaafkan ini sangat sulit untuk dilakukankarena
walaupun memaafkan adalah suatu ide yang memang indah untuk dilakukan, didalam
pelaksanaannya sangat sulit untuk diwujudkan.
Selain hal tersebut, juga untuk dapat melupakan apa yang menjadi
masalahnya, juga merupakan sesuatu yang sulit atau tidak mudah untuk
dilakukannya.
Menurut Charlotte van Oyen Witvliet, PhD, seorang profesor
dibidang psikologi dari Hope College, walau kita mudah untuk mengatakan
“maafkan dan lupakan saja”, didalam kenyataan “melupakan” merupakan sesuatu
yang sulit untuk kita wujudkan.
Dan memaafkan juga secara harfiah tidak memiliki arti bahwa juga
melupakan. Akan tetapi, suatu pengampunan seharusnya merupakan sesuatu yang
dilakukan berdasarkan pemikiran yang bijaksana dan mulia. Saat kita memberikan
pengampunan kepada seseorang, kita pasti hal itu dilakukan atas dasar sesuatu
yang telah menyinggung perasaan atau harga diri kita, tetapi, kita tidak
menjadi marah, memaki-maki atau menghinanya.
Memaafkan serta Melupakannya mampu menghilangkan stres
Dalam studi yang dilakukan pada tahun 2001, ia memantau respon
fisiologis dari 71 mahasiswanya pada saat mereka baik sedang merenungkan
ketidakadilan yang pernah mereka rasakan atau sedang membayangkan diri mereka
memaafkan yang melukai hati mereka..
Ternyata ketika mereka sedang merenungkan masalah ketidak adilan
yang pernah dialami oleh mereka, ternyata tekanan darah mereka otomatis naik,
serta detak jantungnya pun meningkat.
Selain itu, otot alisnya menjadi tegang dan perasaan negatifnya
semakin meningkat. Akan tetapi sebaliknya disaat mereka sedang mencoba
memaafkan, perasaan merekapun menjadi tenang serta keadaan fisiknya seperti
halnya keadaan tekanan darah, detak jantung dan yang lainnya tetap normal.
Akan tetapi bagaimana caranya untuk menumbuhkan sifat mengampuni
pada diri kita ?
Frederic Luskin, PhD, direktur dari Stanford University Bidang
Proyek Pengampunan, mengakui bahwa pengampunan, seperti halnya dengan cinta,
tidak dapat dipaksakan.
Menurut Luskin, yang juga penulis dari buku Forgive For Good: A
Proven Prescription for Health and Happiness. Memaafkan bukanlah hanya sekedar
sesuatu yang cukup kita inginkan saja, akan tetapi kitapun harus berusaha
menciptakan kondisi pengampunan menjadi kenyataan.
Untuk hal tersebut, latihan-latihan tertentu yang dilakukan untuk
dapat mengurangi perrmusuhan, menyayangi diri sendiri, meningkatkan emosi
positif, serta memiliki ketulusan perlu dlakukan.
Bagaimana Cara Membangkitkan Kemampuan Mengampuni
Luskin menyarankan pada kita untuk mau berlatih “mensyukuri”,
sebagai upaya yang aktif didalam mengakui setiap apa yang kita rasakan sebagai
baik didalam hidup kita. Karena, dalam bersyukur kita hanya memfokuskan
perhatian pada hal positif yang kita alami hingga proses bio-kimia yang terjadi
membuat suatu situasi yang lebih memungkinkan untuk kita memberi pengampunan.
Mengelola stres, baik melalui jalan meditasi, melakukan pernapasan
dalam, atau berlatih relaksasi akan membantu kita meredam kemarahan dan
menghilangkan kebencian, hingga mampu membentuk pribadi kita menjadi seorang
yang mampu menerima kenyataan hidup dengan tenang.
Dan Luskin menghimbau agar kita lebih mau menjadi seorang yang
mengharapkan akan mengalami masa depan yang lebih baik daripada menjadi seorang
yang dipenuhi dengan keluh kesah.
Dua Tipe Pengampunan
Everett L. Worthington Jr, PhD, seorang profesor dibidang
psikologi dari Virginia Commonwealth University serta penulis dari Forgiveness
and Reconciliation: Theory and Applications telah membagi pengampunan menjadi
dua jenis.yaitu pengampunan decisional yang melibatkan memilih melepaskan
pikiran marah tentang orang yang bersalah pada kita tapi tetap tidak
membencinya, dan pengampunan emosional dimana emosi negatif seperti halnya
dengan kebencian, kepahitan, permusuhan, kemarahan serta ketakutan digantikan
dengan cinta, kasih sayang, simpati dan empati
Menurutnya, pengampunan emosional adalah tindakan yang
menyehatkan, sedangkan emosi tidak memaafkan menyebabkan timbulnya stress yang
kronis, karena terobsesi oleh kesalahan orang lain kepada kita. Padahal,
gejolak perasaan yang ditimbulkannya akan membuat kita menjadi bermasalah.
Sedangkan gejolak perasaan bagian dari keadaan kesehatan mental yang buruk yang
ada kaitannya dengan gangguanobsesif-kompulsif, kecemasan, depresi dan bahkan
mungkin sampai timbulnya rasa gatal-gatal juga.
Menggapai Pengampunan
Untuk membantu orang mencapai pengampunan emosional, Worthington
telah menyusun program 5-langkah yang diistilahkan dengan REACH (Recall,
Empathize, Alturistic, Commit, Hold on) seperti yang dilampirkan dan diambil
dari Kompas.Com dibawah ini.
Karena hal ini bukan hanya merupakan suatu teori yang asal
dikemukakannya saja oleh Worthington, tetapi berdasar pada pengalaman
pribadinya yang pernah menghadapi kenyataan bahwa ibunya 1995 telah dibunuh
oleh seseorang dengan linggis, namun dengan menerapkan lima langkah REACH
tersebut ia berhasil untuk memaafkan dan berdamai dengan pelakunya hanya dalam
30 jam saja.
Disarikan dan dialihbahasakan oleh WS Djaka Panungkas dari tulisan
Valeo Tom didalam WebMD Feature yang bersumber dari Charlotte vanOyen Witvliet,
PhD, profesor psikologi, Hope College, Belanda, Mich Frederic Luskin, PhD,
Direktur, Proyek Pengampunan Universitas Stanford. Everett L. Worthington Jr,
PhD, profesor psikologi, Virginia Commonwealth University dan dikaji ulang oleh
Cynthia Dennison Haines, MD
LIMA LANGKAH MEMBERI MAAF
KOMPAS.com — Kemarahan, kekecewaan, kekesalan, dendam kesumat, dan
berbagai hal yang menimbulkan emosi negatif tak hanya akan merusak psikologis,
tapi juga kesehatan fisik kita. Rentetan gangguan itu bisa mengenai semua organ
di dalam tubuh dan jadilah berbagai penyakit.
Bila Anda masih merasa kesulitan untuk memberi maaf, maka ada
baiknya mengikuti petunjuk berikut ini. Untuk membantu orang agar bisa memberi
maaf secara tulus, Everett L Worthington Jr, PhD, profesor psikologi di Virginia
Commonwealth University, menyiapkan program dalam lima langkah, seperti berikut
ini:
Ingatlah
perasaan sakit hati atau luka batin yang Anda alami secara obyektif tanpa
menyalahkan serta mengorbankan diri.
Cobalah berempati dengan orang yang menyakiti perasaan Anda.
Renungkan mengapa ia melakukan hal itu, apa yang dirasakan oleh orang itu
sehingga perbuatannya menimbulkan sakit hati.
Bayangkan semua masalah dilihat dari sudut pandangnya. Cara ini
akan mempermudah kita memahami mengapa ia sampai menyakiti hati orang lain.
Bagian dari kita yang mengutamakan kepentingan orang lain
(altruistis) akan berpikir bahwa kita telah dimaafkan dan bagaimana rasanya
memaafkan.
Ketika tiba saatnya untuk berkomitmen memberi maaf, orang biasanya
mengucapkan "Belum", tetapi ketika akhirnya mereka melakukannya,
mereka harus senantiasa berpegang pada pemaafan.
Sumber asli :Tabloid Gaya Hidup Sehat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar