/*
Menurut suatu hasil penelitian yang baru-baru ini dipresentasikan pada American Heart Association’s Nutrition, Physical Activity and Metabolism/Cardiovascular Disease Epidemiology and Prevention 2011, ternyata dengan mendengarkan musik yang mereka senangi dan banyak tertawa pria maupun wanita paruh baya mampu menurunkan tekanan darahnya secara bermakna.
Menurut pengamatan para peneliti yang berasal dari Osaka University Jepang tersebut, ternyata proses penurunan tekanan darah mereka tersebut langsung terjadi segera setelah mereka mendengarkan musik yang mereka senangi atau tertawa-tawa tersebut maupun setelah selama tiga bulan mereka melakukannya setiap dua minggu sekali selama satu jam.
Didalam penelitian tersebut, para ilmuwan tersebut telah menyertakan 79 orang relawan yang berusia diantara 40 hingga 74 tahun, serta membaginya atas tiga kelompok, yang tediri atas 30 orang yang dikelompokan dalam kelompok terapi tertawa, 32 orang dimasukan kedalam kelompok terapi mendengarkan musik serta sisanya yang dalam terapinya sama sekali tidak dianjurkan untuk mendengarkan musik maupun tertawa tersebut.
Mereka yang dimasukan kedalam kelompok musik, diajak untuk bernyanyi, mendengarkan maupun bermain musik. Selain hal tersebut, para relawan tersebutpun diminta untuk juga mendengarkan musik di rumahnya masing-masing.
Mereka yang dimasukan kedalam kelompok tertawa, dihibur oleh para "yogi tawa" serta diminta untuk turut berpartisipasi dalam melakukan yoga tawa, yang merupakan suatu gabungan antara latihan pernapasan dan tertawa. Selain tu, merekapun diajak untuk menyaksikan Rakugo yang merupakan permainan komedi tradisional di Jepang.
Sedangkan pengukuran tekanan darahnya, dilakukan setiap sebelum maupun sesudah terapi baik musik maupun tertawa tersebut, dilakukan.
DAMPAKNYA TERHADAP TEKANAN DARAH
Setelah mereka menjalani terapi ini selama tiga bulan, menurut para peneliti tersebut ternyata tekanan darah mereka telah menurun secara signifikan,yaitu mengalami penurunan sekitar 6 mmHg, pada mereka yang mendengarkan musik dan sekitar 5 mmHg pada mereka yang menjalani terapi yang dirancang untuk membuat mereka tertawa.
Sedangkan hasil pengukuran yang dilakukan segera setelah menjalani terapi musik sendiri, penurunannya tetap berada disekitar 6 mmHg, sedangkan pada yang mengikuti terapi tertawa bahkan mencapai angka sekitar 7 mmHg.
Disisi lain, pada relawan yang dijadikan sebagai kelompok pembanding ukuran tekanan darahnya sama sekali tidak mengalami perubahan.
Para peneliti mengatakan bahwa sejauh ini mereka belum mengetahui secara pasti apakah efek dari terapi musik maupun tertawa tersebut akan dapat bertahan dalam jangka waktu lama, atau tidak. Namun, hasil temuan ini cukup menunjukkan bahwa tertawa dan musik mungkin akan merupakan cara yang baik untuk dapat membantu seseorang dalam menurunkan tekanan darahnya.
Oleh karena itu, para peneliti tersebut berpendapat bahwa untuk hal ini sangat perlu dilakukan penelitian yang lebih jauh lagi.
Disarikan dan dialih bahasakan dari tulisan Bill Hendrick pada WebMD Health News edisi 25 Maret 2011 oleh WS Djaka Panungkas
Menurut suatu hasil penelitian yang baru-baru ini dipresentasikan pada American Heart Association’s Nutrition, Physical Activity and Metabolism/Cardiovascular Disease Epidemiology and Prevention 2011, ternyata dengan mendengarkan musik yang mereka senangi dan banyak tertawa pria maupun wanita paruh baya mampu menurunkan tekanan darahnya secara bermakna.
Menurut pengamatan para peneliti yang berasal dari Osaka University Jepang tersebut, ternyata proses penurunan tekanan darah mereka tersebut langsung terjadi segera setelah mereka mendengarkan musik yang mereka senangi atau tertawa-tawa tersebut maupun setelah selama tiga bulan mereka melakukannya setiap dua minggu sekali selama satu jam.
Didalam penelitian tersebut, para ilmuwan tersebut telah menyertakan 79 orang relawan yang berusia diantara 40 hingga 74 tahun, serta membaginya atas tiga kelompok, yang tediri atas 30 orang yang dikelompokan dalam kelompok terapi tertawa, 32 orang dimasukan kedalam kelompok terapi mendengarkan musik serta sisanya yang dalam terapinya sama sekali tidak dianjurkan untuk mendengarkan musik maupun tertawa tersebut.
Mereka yang dimasukan kedalam kelompok musik, diajak untuk bernyanyi, mendengarkan maupun bermain musik. Selain hal tersebut, para relawan tersebutpun diminta untuk juga mendengarkan musik di rumahnya masing-masing.
Mereka yang dimasukan kedalam kelompok tertawa, dihibur oleh para "yogi tawa" serta diminta untuk turut berpartisipasi dalam melakukan yoga tawa, yang merupakan suatu gabungan antara latihan pernapasan dan tertawa. Selain tu, merekapun diajak untuk menyaksikan Rakugo yang merupakan permainan komedi tradisional di Jepang.
Sedangkan pengukuran tekanan darahnya, dilakukan setiap sebelum maupun sesudah terapi baik musik maupun tertawa tersebut, dilakukan.
DAMPAKNYA TERHADAP TEKANAN DARAH
Setelah mereka menjalani terapi ini selama tiga bulan, menurut para peneliti tersebut ternyata tekanan darah mereka telah menurun secara signifikan,yaitu mengalami penurunan sekitar 6 mmHg, pada mereka yang mendengarkan musik dan sekitar 5 mmHg pada mereka yang menjalani terapi yang dirancang untuk membuat mereka tertawa.
Sedangkan hasil pengukuran yang dilakukan segera setelah menjalani terapi musik sendiri, penurunannya tetap berada disekitar 6 mmHg, sedangkan pada yang mengikuti terapi tertawa bahkan mencapai angka sekitar 7 mmHg.
Disisi lain, pada relawan yang dijadikan sebagai kelompok pembanding ukuran tekanan darahnya sama sekali tidak mengalami perubahan.
Para peneliti mengatakan bahwa sejauh ini mereka belum mengetahui secara pasti apakah efek dari terapi musik maupun tertawa tersebut akan dapat bertahan dalam jangka waktu lama, atau tidak. Namun, hasil temuan ini cukup menunjukkan bahwa tertawa dan musik mungkin akan merupakan cara yang baik untuk dapat membantu seseorang dalam menurunkan tekanan darahnya.
Oleh karena itu, para peneliti tersebut berpendapat bahwa untuk hal ini sangat perlu dilakukan penelitian yang lebih jauh lagi.
Disarikan dan dialih bahasakan dari tulisan Bill Hendrick pada WebMD Health News edisi 25 Maret 2011 oleh WS Djaka Panungkas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar