/*
Kebiasaan mengonsumsi makanan ringan sampai saat ini masih cukup dapat dinyatakan masih aman. Walaupun, pada hasil temuan para akhli temukan adanya kadar acrylamide yang sangat tinggi (suatu substansi kimia penyebab timbulnya kanker pada binatang) pada makanan-makanan ringan yang kaya akan karbohidrat seperti halnya dengan potato chip, gorengan, berbagai jenis cookies serta cereal yang pada kenyataannya telah diproses didalam suhu yang tinggi, merupakan sesuatu yang patut untuk diwaspadai walau belum terbuktikan mengenai sejauh mana bahayanya bagi manusia.
Dieter Arnold, direktur dari Germany's Federal Institute for Health Protection of Consumers, didalam suatu pernyataannya mengatakan bahwa "Setelah kami kaji seluruh data yang ada, kami menyimpulkan bahwa temuan-temuan baru tersebut sebenarnya merupakan suatu masalah yang serius”.
Dieter Arnold juga merupakan pimpinan dalam pembahasan mengenai masalah acrylamide pada makanan, yang dilangsungkan selama tiga hari berturut-turut atas prakarsa dari World Health Organization (WHO) dan United Nations Food and Agriculture Organization di Genewa, Switzerland pada tahun 2002, untuk membahas temuan sebuah grup peneliti Swedia yang telah menyatakan bahwa dari hasil test laboratorium yang mereka lakukan, mereka telah menyaksikan terbentuknya kadar acrylamide yang cukup tinggi yang kadarnya jauh melebihi kadar acrylamide yang dinyatakan aman oleh WHO yang boleh terdapat pada setiap liter air minum atau makanan-makanan berkarbohidrat yang diproses melalui pemanggangan ataupun penggurengan dengan suhu yang tinggi, seperti halnya pada proses pembuatan berbagai keripik kentang, roti, serta biji-bijian.
Sebagai contoh, mereka mengemukakan bahwa ternyata didalam sebuah kemasan potato chip, kandungan acrylamide-nya bisa mencapai kadar yang tingginya hampir 500 kali lebih banyak dari kadar dari substansi yang sama pada air minum yang diijinkan WHO (WHO menyatakan bahwa kadar aman bagi acrylamide dalam satu liter air minum adalah satu microgram). .
Grup peneliti tersebut mengungkapkan bahwa masalah acrylamide tersebut adalah sama dengan masalah substansi penyebab kanker lainnya seperti salah satu bentuk hydrocarbon yang akan terbentuk pada daging yang dipanggang ataupun digoreng.
Para ilmuwan pada pertemuan yang disponsori oleh PBB tersebut, selanjutnya menghimbau agar segera dilakukan penelitian-penelitian yang lebih jauh lagi yang ditujukan untuk mengurangi adanya kadar acrylamide pada makanan, yaitu melalui perubahan cara masak dan melakukan pemerosesannya.
Dan para ilmuwan tersebutpun menambahkan bahwa sejauh ini belum dapat dipastikan tentang berapa jauh suatu proses alami tubuh dapat memecah struktur kimia dari acrylamide yang tentunya merupakan sesuatu yang akan berpengaruh sangat besar terhadap kemampuan dari acrylamide didalam menimbulkan kanker.
Disarikan dan diterjemahkan dari tulisan Jennifer Warner pada WebMD 28 Juni 2002 oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Blog ini dibuat dengan tujuan untuk dapat menambah wawasan kita bersama di bidang kesehatan, agar kelak kita tidak akan menjadi panik bila suatu saat kita terpaksa harus menghadapinya. Hingga pada "Posting Pertama" serta kelima video dengan judul "Sistim Pemulihan Alami"-nya secara khusus disajikan teori serta cara penerapannya, sedangkan posting-posting berikutnya merupakan paparan temuan-temuan medis yang ada kaitannys dengan teori-teori tersebut.
KOTAK PENCARIAN GOOGLE
Jumat, 25 Februari 2011
Pada Percobaan Terhadap Mencit, Genistein Yang Terkandung Dalam Kedele Dapat Menurunkan Sistim Kekebalan Tubuh.
/* Sebuah hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences 28 Mei 2002, telah menunjukan sesuatu yang sangat bertentangan dengan hasil-hasil penelitian yang selama ini dipublikasikan atas sponsor produsen-produsen susu formula yang berasal dari kedele yang mengemukakan bahwa anak-anak yang memperoleh susu kedele akan nemiliki sistim kekebalan tubuh yang normal dan atau sama dengan mereka yang menerima susu ibu.
Penelitian tersebut telah dilakukan oleh Paul S. Cooke, PhD beserta rekan-rekannya pada University of Illinois, Urbana.
Didalam penelitian tersebut, ternyata mencit yang disuntik genistein yaitu salah satu komponen yang terdapat pada susu formula yang terbuat dari kedele dan merupakan salah satu komponen paling menonjol pada ketiga bentuk isoflavone yang terdapat pada kedele (Isoflavone sendiri secara pada dasarnya memiliki efek yang hampir mirip dengan estrogen, yaitu mampu menekan kinerja sistim kekebalan tubuh), ternyata kelenjar Thymus-nya yang merupakan salah satu kelenjar tubuh yang berfungsi sebagai pengatur sistim kekebalan tubuhnya telah menjadi ciut. Padahal, keadaan suatu sistim kekebalan tubuh sangat tergantung sekali kepada keadaan serta fungsi dari kelenjar Thymus tersebut.
Para peneliti didalam hal ini secara khusus telah mengamati efek-efek yang ditimbulkan oleh isoflavone yang diberikan dengan kadar yang setara dengan kadar yang umumnya terdapat pada takaran susu bayi, terhadap sistim kekebalan tubuh mereka.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan mereka, karena isoflavone dengan takaran sebesar itu telah menyebabkan kelenjar Thymus dari mencit-mencit tersebut mengalami penciutan yang sangat luar biasa.
Untuk hal tersebut, para peneliti tersebut masih terus melakukan pengkajian-pengkajian lebih jauh lagi, agar dapat mengetahui apakah susu kedele atau supplement-suplemennya juga dapat menekan sistim kekebalan tubuh manusia.
"Dengan publikasi ini kami sama sekali tidak berniat untuk mengingatkan anda bahwa susu kedele merupakan suatu produk yang dapat membahayakan maupun berniat untuk mengemukakan bahwa susu-susu kedele ini ternyata memiliki dampak yang besar pada sistim kekebalan tubuh manusia. Akan tetapi, kami hanya ingin menjelaskan fakta-fakta yang ada dan telah ditimbulkan oleh susu-susu kedele tersebut terhadap sistim kekebalan tubuh mencit, hingga sudah selayaknya pula apabila kita juga mewaspadainya ” demikian ungkap tokoh dari penelitian tersebut yaitu Paul S. Cooke, PhD. "”.
"Ada beberapa penelitian lain untuk mengetahui dampak produk-produk susu yang terbuat dari kedele terhadap fungsi kekebalan tubuh, akan tetapi hasilnya masih simpang siur” ungkap Dr.Cooke lagi "Akan tetapi, pada intinya saya kira kita hanya perlu untuk memperhatikan dengan lebih cermat lagi segala pengaruh yang ditimbulkan susu-susu formula dari kedele tersebut pada fungsi kekebalan tubuh, baik pada kekebalan tubuh orang dewasa maupun anak-anak”.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Sebuah hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences 28 Mei 2002, telah menunjukan sesuatu yang sangat bertentangan dengan hasil-hasil penelitian yang selama ini dipublikasikan atas sponsor produsen-produsen susu formula yang berasal dari kedele yang mengemukakan bahwa anak-anak yang memperoleh susu kedele akan nemiliki sistim kekebalan tubuh yang normal dan atau sama dengan mereka yang menerima susu ibu.
Penelitian tersebut telah dilakukan oleh Paul S. Cooke, PhD beserta rekan-rekannya pada University of Illinois, Urbana.
Didalam penelitian tersebut, ternyata mencit yang disuntik genistein yaitu salah satu komponen yang terdapat pada susu formula yang terbuat dari kedele dan merupakan salah satu komponen paling menonjol pada ketiga bentuk isoflavone yang terdapat pada kedele (Isoflavone sendiri secara pada dasarnya memiliki efek yang hampir mirip dengan estrogen, yaitu mampu menekan kinerja sistim kekebalan tubuh), ternyata kelenjar Thymus-nya yang merupakan salah satu kelenjar tubuh yang berfungsi sebagai pengatur sistim kekebalan tubuhnya telah menjadi ciut. Padahal, keadaan suatu sistim kekebalan tubuh sangat tergantung sekali kepada keadaan serta fungsi dari kelenjar Thymus tersebut.
Para peneliti didalam hal ini secara khusus telah mengamati efek-efek yang ditimbulkan oleh isoflavone yang diberikan dengan kadar yang setara dengan kadar yang umumnya terdapat pada takaran susu bayi, terhadap sistim kekebalan tubuh mereka.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan mereka, karena isoflavone dengan takaran sebesar itu telah menyebabkan kelenjar Thymus dari mencit-mencit tersebut mengalami penciutan yang sangat luar biasa.
Untuk hal tersebut, para peneliti tersebut masih terus melakukan pengkajian-pengkajian lebih jauh lagi, agar dapat mengetahui apakah susu kedele atau supplement-suplemennya juga dapat menekan sistim kekebalan tubuh manusia.
"Dengan publikasi ini kami sama sekali tidak berniat untuk mengingatkan anda bahwa susu kedele merupakan suatu produk yang dapat membahayakan maupun berniat untuk mengemukakan bahwa susu-susu kedele ini ternyata memiliki dampak yang besar pada sistim kekebalan tubuh manusia. Akan tetapi, kami hanya ingin menjelaskan fakta-fakta yang ada dan telah ditimbulkan oleh susu-susu kedele tersebut terhadap sistim kekebalan tubuh mencit, hingga sudah selayaknya pula apabila kita juga mewaspadainya ” demikian ungkap tokoh dari penelitian tersebut yaitu Paul S. Cooke, PhD. "”.
"Ada beberapa penelitian lain untuk mengetahui dampak produk-produk susu yang terbuat dari kedele terhadap fungsi kekebalan tubuh, akan tetapi hasilnya masih simpang siur” ungkap Dr.Cooke lagi "Akan tetapi, pada intinya saya kira kita hanya perlu untuk memperhatikan dengan lebih cermat lagi segala pengaruh yang ditimbulkan susu-susu formula dari kedele tersebut pada fungsi kekebalan tubuh, baik pada kekebalan tubuh orang dewasa maupun anak-anak”.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Penelitian tersebut telah dilakukan oleh Paul S. Cooke, PhD beserta rekan-rekannya pada University of Illinois, Urbana.
Didalam penelitian tersebut, ternyata mencit yang disuntik genistein yaitu salah satu komponen yang terdapat pada susu formula yang terbuat dari kedele dan merupakan salah satu komponen paling menonjol pada ketiga bentuk isoflavone yang terdapat pada kedele (Isoflavone sendiri secara pada dasarnya memiliki efek yang hampir mirip dengan estrogen, yaitu mampu menekan kinerja sistim kekebalan tubuh), ternyata kelenjar Thymus-nya yang merupakan salah satu kelenjar tubuh yang berfungsi sebagai pengatur sistim kekebalan tubuhnya telah menjadi ciut. Padahal, keadaan suatu sistim kekebalan tubuh sangat tergantung sekali kepada keadaan serta fungsi dari kelenjar Thymus tersebut.
Para peneliti didalam hal ini secara khusus telah mengamati efek-efek yang ditimbulkan oleh isoflavone yang diberikan dengan kadar yang setara dengan kadar yang umumnya terdapat pada takaran susu bayi, terhadap sistim kekebalan tubuh mereka.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan mereka, karena isoflavone dengan takaran sebesar itu telah menyebabkan kelenjar Thymus dari mencit-mencit tersebut mengalami penciutan yang sangat luar biasa.
Untuk hal tersebut, para peneliti tersebut masih terus melakukan pengkajian-pengkajian lebih jauh lagi, agar dapat mengetahui apakah susu kedele atau supplement-suplemennya juga dapat menekan sistim kekebalan tubuh manusia.
"Dengan publikasi ini kami sama sekali tidak berniat untuk mengingatkan anda bahwa susu kedele merupakan suatu produk yang dapat membahayakan maupun berniat untuk mengemukakan bahwa susu-susu kedele ini ternyata memiliki dampak yang besar pada sistim kekebalan tubuh manusia. Akan tetapi, kami hanya ingin menjelaskan fakta-fakta yang ada dan telah ditimbulkan oleh susu-susu kedele tersebut terhadap sistim kekebalan tubuh mencit, hingga sudah selayaknya pula apabila kita juga mewaspadainya ” demikian ungkap tokoh dari penelitian tersebut yaitu Paul S. Cooke, PhD. "”.
"Ada beberapa penelitian lain untuk mengetahui dampak produk-produk susu yang terbuat dari kedele terhadap fungsi kekebalan tubuh, akan tetapi hasilnya masih simpang siur” ungkap Dr.Cooke lagi "Akan tetapi, pada intinya saya kira kita hanya perlu untuk memperhatikan dengan lebih cermat lagi segala pengaruh yang ditimbulkan susu-susu formula dari kedele tersebut pada fungsi kekebalan tubuh, baik pada kekebalan tubuh orang dewasa maupun anak-anak”.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Sebuah hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences 28 Mei 2002, telah menunjukan sesuatu yang sangat bertentangan dengan hasil-hasil penelitian yang selama ini dipublikasikan atas sponsor produsen-produsen susu formula yang berasal dari kedele yang mengemukakan bahwa anak-anak yang memperoleh susu kedele akan nemiliki sistim kekebalan tubuh yang normal dan atau sama dengan mereka yang menerima susu ibu.
Penelitian tersebut telah dilakukan oleh Paul S. Cooke, PhD beserta rekan-rekannya pada University of Illinois, Urbana.
Didalam penelitian tersebut, ternyata mencit yang disuntik genistein yaitu salah satu komponen yang terdapat pada susu formula yang terbuat dari kedele dan merupakan salah satu komponen paling menonjol pada ketiga bentuk isoflavone yang terdapat pada kedele (Isoflavone sendiri secara pada dasarnya memiliki efek yang hampir mirip dengan estrogen, yaitu mampu menekan kinerja sistim kekebalan tubuh), ternyata kelenjar Thymus-nya yang merupakan salah satu kelenjar tubuh yang berfungsi sebagai pengatur sistim kekebalan tubuhnya telah menjadi ciut. Padahal, keadaan suatu sistim kekebalan tubuh sangat tergantung sekali kepada keadaan serta fungsi dari kelenjar Thymus tersebut.
Para peneliti didalam hal ini secara khusus telah mengamati efek-efek yang ditimbulkan oleh isoflavone yang diberikan dengan kadar yang setara dengan kadar yang umumnya terdapat pada takaran susu bayi, terhadap sistim kekebalan tubuh mereka.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan mereka, karena isoflavone dengan takaran sebesar itu telah menyebabkan kelenjar Thymus dari mencit-mencit tersebut mengalami penciutan yang sangat luar biasa.
Untuk hal tersebut, para peneliti tersebut masih terus melakukan pengkajian-pengkajian lebih jauh lagi, agar dapat mengetahui apakah susu kedele atau supplement-suplemennya juga dapat menekan sistim kekebalan tubuh manusia.
"Dengan publikasi ini kami sama sekali tidak berniat untuk mengingatkan anda bahwa susu kedele merupakan suatu produk yang dapat membahayakan maupun berniat untuk mengemukakan bahwa susu-susu kedele ini ternyata memiliki dampak yang besar pada sistim kekebalan tubuh manusia. Akan tetapi, kami hanya ingin menjelaskan fakta-fakta yang ada dan telah ditimbulkan oleh susu-susu kedele tersebut terhadap sistim kekebalan tubuh mencit, hingga sudah selayaknya pula apabila kita juga mewaspadainya ” demikian ungkap tokoh dari penelitian tersebut yaitu Paul S. Cooke, PhD. "”.
"Ada beberapa penelitian lain untuk mengetahui dampak produk-produk susu yang terbuat dari kedele terhadap fungsi kekebalan tubuh, akan tetapi hasilnya masih simpang siur” ungkap Dr.Cooke lagi "Akan tetapi, pada intinya saya kira kita hanya perlu untuk memperhatikan dengan lebih cermat lagi segala pengaruh yang ditimbulkan susu-susu formula dari kedele tersebut pada fungsi kekebalan tubuh, baik pada kekebalan tubuh orang dewasa maupun anak-anak”.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Substansi Pada Cabe Rawit Mampu Membunuh Sel Kanker
/* Didalam suatu hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Journal of the National Cancer Institute edisi 4 September 2002, diungkapkan bahwa para peneliti telah menemukan suatu kenyataan bahwa salah satu dari substansi kimia yang terdapat pada cabe rawit yaitu capsaicin, ternyata memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel-sel kanker pada kulit melalui proses pencegahan yang dilakukannya terhadap pemasukan oxygen kedalamnya.
Didalam penelitian tersebut, para peneliti mencoba menempatkan capsaicin tersebut pada resiniferatoxin yang merupakan pembentuk sel-sel kanker kulit, untuk mengetahui reaksi sel-sel tersebut terhadap capsaicin.
Ternyata, didalam penelitian ini para peneliti tersebut memperoleh suatu kenyataan bahwa sebagian besar dari sel-sel kanker kulit yang terkena capsaicin tersebut ternyata mati, yang menurut para peneliti tersebut nampaknya substansi ini (capsaicin) telah menimbulkan kerusakan pada membran dari sel-sel kanker tersebut hingga telah menyebabkan terhambatnya pemasukan oxygen yang menyebabkan kematiannya.
Numsen Hail Jr. dan Reuben Lotan, PhD, juru bicara dari para peneliti dari the University of Texas M.D. Anderson Cancer Center di Houston tersebut, menyatakan bahwa pada saat ini sedang dilakukan penelitian-penelitian yang lebih lanjut, hingga ada kemungkinan bahwa pada akhirnya substansi kimia ini akan diproduksi dalam bentuk cream kulit dan sebagainya, yang akan memiliki manfaat besar didalam mencegah maupun menyembuhkan kanker kulit.
Dalam editorialnya, Young-Joon Surh, PhD, dari the College of Pharmacy Seoul National University - Korea, mengungkapkan bahwa hasil temuan ini telah mengungkapkan tentang bagaimana capsaicin bekerja didalam sebuah sel.
Tetapi didalam hal ini penelitian-penelitian lebih jauh masih sangat diperlukan agar dapat memahami dengan sepenuhnya bagaimana mekanisme kerja dari substansi tersebut didalam mematikan sel-sel kanker, sebelum pada akhirnya dijadikan sarana yang potensial dalam menanggulangi kanker, karena sebelum hal tersebut terungkapkan, kemungkinan besar akan timbul berbagai perdebatan yang akan memasalahkan berbahaya tidaknya capsaicin tersebut terhadap sel-sel kulit yang pada saat itu tidak sedang terkena kanker, tambahnya.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Didalam suatu hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Journal of the National Cancer Institute edisi 4 September 2002, diungkapkan bahwa para peneliti telah menemukan suatu kenyataan bahwa salah satu dari substansi kimia yang terdapat pada cabe rawit yaitu capsaicin, ternyata memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel-sel kanker pada kulit melalui proses pencegahan yang dilakukannya terhadap pemasukan oxygen kedalamnya.
Didalam penelitian tersebut, para peneliti mencoba menempatkan capsaicin tersebut pada resiniferatoxin yang merupakan pembentuk sel-sel kanker kulit, untuk mengetahui reaksi sel-sel tersebut terhadap capsaicin.
Ternyata, didalam penelitian ini para peneliti tersebut memperoleh suatu kenyataan bahwa sebagian besar dari sel-sel kanker kulit yang terkena capsaicin tersebut ternyata mati, yang menurut para peneliti tersebut nampaknya substansi ini (capsaicin) telah menimbulkan kerusakan pada membran dari sel-sel kanker tersebut hingga telah menyebabkan terhambatnya pemasukan oxygen yang menyebabkan kematiannya.
Numsen Hail Jr. dan Reuben Lotan, PhD, juru bicara dari para peneliti dari the University of Texas M.D. Anderson Cancer Center di Houston tersebut, menyatakan bahwa pada saat ini sedang dilakukan penelitian-penelitian yang lebih lanjut, hingga ada kemungkinan bahwa pada akhirnya substansi kimia ini akan diproduksi dalam bentuk cream kulit dan sebagainya, yang akan memiliki manfaat besar didalam mencegah maupun menyembuhkan kanker kulit.
Dalam editorialnya, Young-Joon Surh, PhD, dari the College of Pharmacy Seoul National University - Korea, mengungkapkan bahwa hasil temuan ini telah mengungkapkan tentang bagaimana capsaicin bekerja didalam sebuah sel.
Tetapi didalam hal ini penelitian-penelitian lebih jauh masih sangat diperlukan agar dapat memahami dengan sepenuhnya bagaimana mekanisme kerja dari substansi tersebut didalam mematikan sel-sel kanker, sebelum pada akhirnya dijadikan sarana yang potensial dalam menanggulangi kanker, karena sebelum hal tersebut terungkapkan, kemungkinan besar akan timbul berbagai perdebatan yang akan memasalahkan berbahaya tidaknya capsaicin tersebut terhadap sel-sel kulit yang pada saat itu tidak sedang terkena kanker, tambahnya.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Didalam penelitian tersebut, para peneliti mencoba menempatkan capsaicin tersebut pada resiniferatoxin yang merupakan pembentuk sel-sel kanker kulit, untuk mengetahui reaksi sel-sel tersebut terhadap capsaicin.
Ternyata, didalam penelitian ini para peneliti tersebut memperoleh suatu kenyataan bahwa sebagian besar dari sel-sel kanker kulit yang terkena capsaicin tersebut ternyata mati, yang menurut para peneliti tersebut nampaknya substansi ini (capsaicin) telah menimbulkan kerusakan pada membran dari sel-sel kanker tersebut hingga telah menyebabkan terhambatnya pemasukan oxygen yang menyebabkan kematiannya.
Numsen Hail Jr. dan Reuben Lotan, PhD, juru bicara dari para peneliti dari the University of Texas M.D. Anderson Cancer Center di Houston tersebut, menyatakan bahwa pada saat ini sedang dilakukan penelitian-penelitian yang lebih lanjut, hingga ada kemungkinan bahwa pada akhirnya substansi kimia ini akan diproduksi dalam bentuk cream kulit dan sebagainya, yang akan memiliki manfaat besar didalam mencegah maupun menyembuhkan kanker kulit.
Dalam editorialnya, Young-Joon Surh, PhD, dari the College of Pharmacy Seoul National University - Korea, mengungkapkan bahwa hasil temuan ini telah mengungkapkan tentang bagaimana capsaicin bekerja didalam sebuah sel.
Tetapi didalam hal ini penelitian-penelitian lebih jauh masih sangat diperlukan agar dapat memahami dengan sepenuhnya bagaimana mekanisme kerja dari substansi tersebut didalam mematikan sel-sel kanker, sebelum pada akhirnya dijadikan sarana yang potensial dalam menanggulangi kanker, karena sebelum hal tersebut terungkapkan, kemungkinan besar akan timbul berbagai perdebatan yang akan memasalahkan berbahaya tidaknya capsaicin tersebut terhadap sel-sel kulit yang pada saat itu tidak sedang terkena kanker, tambahnya.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Didalam suatu hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Journal of the National Cancer Institute edisi 4 September 2002, diungkapkan bahwa para peneliti telah menemukan suatu kenyataan bahwa salah satu dari substansi kimia yang terdapat pada cabe rawit yaitu capsaicin, ternyata memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel-sel kanker pada kulit melalui proses pencegahan yang dilakukannya terhadap pemasukan oxygen kedalamnya.
Didalam penelitian tersebut, para peneliti mencoba menempatkan capsaicin tersebut pada resiniferatoxin yang merupakan pembentuk sel-sel kanker kulit, untuk mengetahui reaksi sel-sel tersebut terhadap capsaicin.
Ternyata, didalam penelitian ini para peneliti tersebut memperoleh suatu kenyataan bahwa sebagian besar dari sel-sel kanker kulit yang terkena capsaicin tersebut ternyata mati, yang menurut para peneliti tersebut nampaknya substansi ini (capsaicin) telah menimbulkan kerusakan pada membran dari sel-sel kanker tersebut hingga telah menyebabkan terhambatnya pemasukan oxygen yang menyebabkan kematiannya.
Numsen Hail Jr. dan Reuben Lotan, PhD, juru bicara dari para peneliti dari the University of Texas M.D. Anderson Cancer Center di Houston tersebut, menyatakan bahwa pada saat ini sedang dilakukan penelitian-penelitian yang lebih lanjut, hingga ada kemungkinan bahwa pada akhirnya substansi kimia ini akan diproduksi dalam bentuk cream kulit dan sebagainya, yang akan memiliki manfaat besar didalam mencegah maupun menyembuhkan kanker kulit.
Dalam editorialnya, Young-Joon Surh, PhD, dari the College of Pharmacy Seoul National University - Korea, mengungkapkan bahwa hasil temuan ini telah mengungkapkan tentang bagaimana capsaicin bekerja didalam sebuah sel.
Tetapi didalam hal ini penelitian-penelitian lebih jauh masih sangat diperlukan agar dapat memahami dengan sepenuhnya bagaimana mekanisme kerja dari substansi tersebut didalam mematikan sel-sel kanker, sebelum pada akhirnya dijadikan sarana yang potensial dalam menanggulangi kanker, karena sebelum hal tersebut terungkapkan, kemungkinan besar akan timbul berbagai perdebatan yang akan memasalahkan berbahaya tidaknya capsaicin tersebut terhadap sel-sel kulit yang pada saat itu tidak sedang terkena kanker, tambahnya.
Disarikan dan dialih bahasakan dari WebMD Medical News oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Brocoli Mampu Mencegah Borok Dan Kanker Lambung
/* Menurut para peneliti, 80% sampai 90% dari penduduk dinegara-negara berkembang hampir dipastikan terinfeksi bakteri H. pylori, yaitu bakteri yang dikenal sebagai penyebab dari borok lambung yang dapat berkembang menjadi suatu kanker lambung yang cukup mematikan. Bakteri ini, pada umumnya terdapat pada setiap orang yang menderita borok ataupun iritasi pada lambungnya. Yang walaupun infeksi yang terjadi pada umumnya dapat dengan mudah diatasi dengan mengkombinasikan berbagai jenis antibiotic, akan tetapi sekitar 15% sampai 20% dari kasus seperti ini ternyata sulit untuk diatasi dengan cara tersebut.
Didalam publikasinya pada the Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 28 Mei tahun 2002 yang lalu, Jed Fahey seorang plant physiologist pada Johns Hopkins School of Medicine dan rekan-rekannya telah menemukan kenyataan bahwa Sulforaphane, salah satu komponen yang terdapat pada broccoli ternyata terbukti justru dapat membunuh bakteri-bakteri resisten tersebut
"Kami selama ini hanya mengenal sulforaphane sebagai sesuatu yang memiliki aktifitas antibakteri yang sederhana," demikian ungkap Jed Fahey didalam releasenya "Walaupun demikian, pada kenyataannya potensi yang dimilikinya terhadap H. pylori walaupun yang strain-nya ternyata telah resisten dengan antibiotik-antibiotik konvensional yang lainnya sekalipun, sangat mengejutkan serta sangat menggembirakan"
Para peneliti mengungkapkan bahwa didalam hal ini penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan untuk dapat mengetahui bahwa mengkonsumsi sumber dari sulforaphane-pun, seperti halnya dengan broccoli,memiliki kemampuan yang tinggi untuk dapat membunuh bakteri-bakteri tersebut. Karena bila ternyata penelitian-penelitian berikutnya dapat memperkuat temuan ini, maka sayur-sayuran pun memiliki manfaat besar dalam mengatasi infeksi-infeksi akibat H. pylori tersebut.
Lebih lanjut lagi para eneliti tersebut mengatakan bahwa mereka sampai saat ini belum dapat mengetahui dengan tepat bagaimana sulforaphane tersebut bekerja sebagai anti infeksi. Walau demikian, penelitian yang dilakukan pada hewan telah berhasil mengungkapkan bahwa kemampuannya dalam mencegah pertumbuhan kanker adalah melalui peningkatan produksi protein-protein yang tertentu yang ternyata berkemampuan untuk mendetoxifikasi penyebab-penyebab dari kanker tersebut..
Disarikan dan diialih bahasakan dari tulisan Jennifer Warner yang ditinjau ulang oleh Michael Smith, MD dalam WebMD Medical News 28 Mei 2002 oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Menurut para peneliti, 80% sampai 90% dari penduduk dinegara-negara berkembang hampir dipastikan terinfeksi bakteri H. pylori, yaitu bakteri yang dikenal sebagai penyebab dari borok lambung yang dapat berkembang menjadi suatu kanker lambung yang cukup mematikan. Bakteri ini, pada umumnya terdapat pada setiap orang yang menderita borok ataupun iritasi pada lambungnya. Yang walaupun infeksi yang terjadi pada umumnya dapat dengan mudah diatasi dengan mengkombinasikan berbagai jenis antibiotic, akan tetapi sekitar 15% sampai 20% dari kasus seperti ini ternyata sulit untuk diatasi dengan cara tersebut.
Didalam publikasinya pada the Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 28 Mei tahun 2002 yang lalu, Jed Fahey seorang plant physiologist pada Johns Hopkins School of Medicine dan rekan-rekannya telah menemukan kenyataan bahwa Sulforaphane, salah satu komponen yang terdapat pada broccoli ternyata terbukti justru dapat membunuh bakteri-bakteri resisten tersebut
"Kami selama ini hanya mengenal sulforaphane sebagai sesuatu yang memiliki aktifitas antibakteri yang sederhana," demikian ungkap Jed Fahey didalam releasenya "Walaupun demikian, pada kenyataannya potensi yang dimilikinya terhadap H. pylori walaupun yang strain-nya ternyata telah resisten dengan antibiotik-antibiotik konvensional yang lainnya sekalipun, sangat mengejutkan serta sangat menggembirakan"
Para peneliti mengungkapkan bahwa didalam hal ini penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan untuk dapat mengetahui bahwa mengkonsumsi sumber dari sulforaphane-pun, seperti halnya dengan broccoli,memiliki kemampuan yang tinggi untuk dapat membunuh bakteri-bakteri tersebut. Karena bila ternyata penelitian-penelitian berikutnya dapat memperkuat temuan ini, maka sayur-sayuran pun memiliki manfaat besar dalam mengatasi infeksi-infeksi akibat H. pylori tersebut.
Lebih lanjut lagi para eneliti tersebut mengatakan bahwa mereka sampai saat ini belum dapat mengetahui dengan tepat bagaimana sulforaphane tersebut bekerja sebagai anti infeksi. Walau demikian, penelitian yang dilakukan pada hewan telah berhasil mengungkapkan bahwa kemampuannya dalam mencegah pertumbuhan kanker adalah melalui peningkatan produksi protein-protein yang tertentu yang ternyata berkemampuan untuk mendetoxifikasi penyebab-penyebab dari kanker tersebut..
Disarikan dan diialih bahasakan dari tulisan Jennifer Warner yang ditinjau ulang oleh Michael Smith, MD dalam WebMD Medical News 28 Mei 2002 oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Didalam publikasinya pada the Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 28 Mei tahun 2002 yang lalu, Jed Fahey seorang plant physiologist pada Johns Hopkins School of Medicine dan rekan-rekannya telah menemukan kenyataan bahwa Sulforaphane, salah satu komponen yang terdapat pada broccoli ternyata terbukti justru dapat membunuh bakteri-bakteri resisten tersebut
"Kami selama ini hanya mengenal sulforaphane sebagai sesuatu yang memiliki aktifitas antibakteri yang sederhana," demikian ungkap Jed Fahey didalam releasenya "Walaupun demikian, pada kenyataannya potensi yang dimilikinya terhadap H. pylori walaupun yang strain-nya ternyata telah resisten dengan antibiotik-antibiotik konvensional yang lainnya sekalipun, sangat mengejutkan serta sangat menggembirakan"
Para peneliti mengungkapkan bahwa didalam hal ini penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan untuk dapat mengetahui bahwa mengkonsumsi sumber dari sulforaphane-pun, seperti halnya dengan broccoli,memiliki kemampuan yang tinggi untuk dapat membunuh bakteri-bakteri tersebut. Karena bila ternyata penelitian-penelitian berikutnya dapat memperkuat temuan ini, maka sayur-sayuran pun memiliki manfaat besar dalam mengatasi infeksi-infeksi akibat H. pylori tersebut.
Lebih lanjut lagi para eneliti tersebut mengatakan bahwa mereka sampai saat ini belum dapat mengetahui dengan tepat bagaimana sulforaphane tersebut bekerja sebagai anti infeksi. Walau demikian, penelitian yang dilakukan pada hewan telah berhasil mengungkapkan bahwa kemampuannya dalam mencegah pertumbuhan kanker adalah melalui peningkatan produksi protein-protein yang tertentu yang ternyata berkemampuan untuk mendetoxifikasi penyebab-penyebab dari kanker tersebut..
Disarikan dan diialih bahasakan dari tulisan Jennifer Warner yang ditinjau ulang oleh Michael Smith, MD dalam WebMD Medical News 28 Mei 2002 oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Menurut para peneliti, 80% sampai 90% dari penduduk dinegara-negara berkembang hampir dipastikan terinfeksi bakteri H. pylori, yaitu bakteri yang dikenal sebagai penyebab dari borok lambung yang dapat berkembang menjadi suatu kanker lambung yang cukup mematikan. Bakteri ini, pada umumnya terdapat pada setiap orang yang menderita borok ataupun iritasi pada lambungnya. Yang walaupun infeksi yang terjadi pada umumnya dapat dengan mudah diatasi dengan mengkombinasikan berbagai jenis antibiotic, akan tetapi sekitar 15% sampai 20% dari kasus seperti ini ternyata sulit untuk diatasi dengan cara tersebut.
Didalam publikasinya pada the Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 28 Mei tahun 2002 yang lalu, Jed Fahey seorang plant physiologist pada Johns Hopkins School of Medicine dan rekan-rekannya telah menemukan kenyataan bahwa Sulforaphane, salah satu komponen yang terdapat pada broccoli ternyata terbukti justru dapat membunuh bakteri-bakteri resisten tersebut
"Kami selama ini hanya mengenal sulforaphane sebagai sesuatu yang memiliki aktifitas antibakteri yang sederhana," demikian ungkap Jed Fahey didalam releasenya "Walaupun demikian, pada kenyataannya potensi yang dimilikinya terhadap H. pylori walaupun yang strain-nya ternyata telah resisten dengan antibiotik-antibiotik konvensional yang lainnya sekalipun, sangat mengejutkan serta sangat menggembirakan"
Para peneliti mengungkapkan bahwa didalam hal ini penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan untuk dapat mengetahui bahwa mengkonsumsi sumber dari sulforaphane-pun, seperti halnya dengan broccoli,memiliki kemampuan yang tinggi untuk dapat membunuh bakteri-bakteri tersebut. Karena bila ternyata penelitian-penelitian berikutnya dapat memperkuat temuan ini, maka sayur-sayuran pun memiliki manfaat besar dalam mengatasi infeksi-infeksi akibat H. pylori tersebut.
Lebih lanjut lagi para eneliti tersebut mengatakan bahwa mereka sampai saat ini belum dapat mengetahui dengan tepat bagaimana sulforaphane tersebut bekerja sebagai anti infeksi. Walau demikian, penelitian yang dilakukan pada hewan telah berhasil mengungkapkan bahwa kemampuannya dalam mencegah pertumbuhan kanker adalah melalui peningkatan produksi protein-protein yang tertentu yang ternyata berkemampuan untuk mendetoxifikasi penyebab-penyebab dari kanker tersebut..
Disarikan dan diialih bahasakan dari tulisan Jennifer Warner yang ditinjau ulang oleh Michael Smith, MD dalam WebMD Medical News 28 Mei 2002 oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Minggu, 20 Februari 2011
Kecemasan Penderita Kanker Payudara Memperlemah Sistim Kekebalan Tubuh Mereka
/*
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University telah berhasil membuktikan bahwa stress yang dialami oleh hampir setiap pasien penderita kanker payudara baik yang diakibatkan oleh hasil diagnosa keadaan mereka maupun terapi yang harus mereka jalani dapat memperlemah sistim kekebalan tubuh mereka.
Para peneliti tersebut memperoleh kenyataan bahwa setiap pasien yang menanggapi diagnosa maupun terapi yang dilakukan terhadap mereka dengan penuh kedemasan ternyata keadaan kinerja sistim kekebalan tubuh mereka menjadi jauh lebih rendah hingga 3 (tiga) kali lipat dari mereka yang tidak terlalu mencemaskan keadaan dirinya.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan, karena dengan jelas telah menunjukkan tentang adanya hubungan keterkaitan diantara faktor kecemasan tinggi yang dimiliki mereka saat itu dengan keadaan rendahnya tiingkat sistim kekebalan tubuh pada diri mereka ,seperti yang diungkapkan oleh Barbara Andersen seorang profesor dibidang obstetrics serta gynecology pada Ohio State University yang memimpin penelitian tersebut.
Andersen, yang juga anggota dari Ohio States Institute for Behavioral Medicine Research and Comprehensive Cancer Center telah melaporkan hasil timnya ini pada pertemuan tahunan the American Association for the Advancement of Science di Seattle.
Didalam penelitian ini, Anderson telah melakukan penelitian tersebut bersama-sama dengan Ronald Glaser seorang profesor bidang mikrobiologi dan imunologi, dan William Farrar seorang profesor dibidang bedah pada Ohio State University.
Didalam studi yang mereka lakukan tersebut, mereka telah melibatkan 115 orang wanita penderita kanker payudara stadium dua dan tiga yang dirawat di Arthur G. James Cancer Hospital and Research Institute serta berkolaborasi dengan dokter-dokter yang berada di daerah Columbus
Para wanita penderita kanker payudara tersebut, mulai disertakan kedalam penelitian tersebut setelah mereka menjalani pembedahan tetapi sebelum mereka menjalani terapi tambahan lainnya.
Para penderita tersebut sebelumnya diminta untuk mengisi kuesioner-kuesioner yang mampu menggali suasana hati mereka karena mengalami penyakit tersebut.
Para peneliti kemudian menguji para wanita tersebut untuk mendapatkan tanda-tanda aktifitas fungsi sistim kekebalan tubuh mereka. Salah satunya adalah uji fungsi natural killer (NK) yaitu fungsi kemampuan tubuh alami dalam mencari serta membunuh sel-sel target.
Sel Natural Killer memiliki fungsi yang sangat penting karena mereka mampu mendeteksi serta membunuh sel-sel kankertersebut,ungkap kata Andersen.
Kami menemukan kenyataan bahwa tingkat stres yang tinggi sebenarnya tidak mengurangi jumlah sel NK, tetapi stres telah membuat sel-sel NK tersebut bekerja kurang efektif.
Pasien juga diuji untuk mengetahui bagaimana mereka bereaksi terhadap interferon gamma, yaitu suatu protein yang merangsang sel-sel NK untuk melakukan pekerjaan mereka.
Uji sistem kekebalan yang ketiga adalah untuk menentukan seberapa jauh sel darah melakukan replikasi saat menghadapi dua bahan kimia - ConA dan PHA yang dimasukan kedalam tubuh.
Dalam dua tes terakhir tersebut, para wanita yang dihinggapi kecemasan berlebihan telah menunjukan keadaan semakin melemahnya respon sistim kekebalan tubuh mereka.
Keadaan ini tetap bertahan bahkan hingga setelah para peneliti tersebut mulai memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi imunitas para pasien penderita kanker payudara tersebut, termasuk usia dari para pasien tersebut, keparahan penyakit yang dideritanya dan keadaan fisik mereka paska oprasi.
Hasil ini ternyata sesuai dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Glaser serta para peneliti lainnya yang juga berhasil menemukan kaitan antara stres dengan kinerja fungsi sistim kekebalan tubuh pada individu-individu yang relatif sehat.
Dan penelitian inipun telah berhasil menunjukan adanya hubungan yang sama diantara stres dengan fungsi kekebalan tubuh tetapi pada para penderita kanker, kata Andersen.
Para peneliti dalam hal ini mulai melihat kemungkinan memanfaatkan penggunaan intervensi psikologis untuk mengurangi stres para penderita kanker payudara tersebut, agar mampu meningkatkan keadaan serta kinerja dari sistim kekebalan tubuh mereka tersebut.
Intervensi psikologis mungkin dapat berperanan penting dalam hal ini, karena selain akan meningkatkan kualitas hidup mereka, juga akan mampu meningkatkan kesehatan para penderita kanker payudaratersebut, kata Andersen. Dan itulah yang saat ini sedang kita lakukan saat ini.
Disarikan dan dialihbahasakan oleh WS Djaka Panungkas Alibassa dari tulisan Jeff Grabmeier (Ohio State University).
Para peneliti tersebut memperoleh kenyataan bahwa setiap pasien yang menanggapi diagnosa maupun terapi yang dilakukan terhadap mereka dengan penuh kedemasan ternyata keadaan kinerja sistim kekebalan tubuh mereka menjadi jauh lebih rendah hingga 3 (tiga) kali lipat dari mereka yang tidak terlalu mencemaskan keadaan dirinya.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan, karena dengan jelas telah menunjukkan tentang adanya hubungan keterkaitan diantara faktor kecemasan tinggi yang dimiliki mereka saat itu dengan keadaan rendahnya tiingkat sistim kekebalan tubuh pada diri mereka ,seperti yang diungkapkan oleh Barbara Andersen seorang profesor dibidang obstetrics serta gynecology pada Ohio State University yang memimpin penelitian tersebut.
Andersen, yang juga anggota dari Ohio States Institute for Behavioral Medicine Research and Comprehensive Cancer Center telah melaporkan hasil timnya ini pada pertemuan tahunan the American Association for the Advancement of Science di Seattle.
Didalam penelitian ini, Anderson telah melakukan penelitian tersebut bersama-sama dengan Ronald Glaser seorang profesor bidang mikrobiologi dan imunologi, dan William Farrar seorang profesor dibidang bedah pada Ohio State University.
Didalam studi yang mereka lakukan tersebut, mereka telah melibatkan 115 orang wanita penderita kanker payudara stadium dua dan tiga yang dirawat di Arthur G. James Cancer Hospital and Research Institute serta berkolaborasi dengan dokter-dokter yang berada di daerah Columbus
Para wanita penderita kanker payudara tersebut, mulai disertakan kedalam penelitian tersebut setelah mereka menjalani pembedahan tetapi sebelum mereka menjalani terapi tambahan lainnya.
Para penderita tersebut sebelumnya diminta untuk mengisi kuesioner-kuesioner yang mampu menggali suasana hati mereka karena mengalami penyakit tersebut.
Para peneliti kemudian menguji para wanita tersebut untuk mendapatkan tanda-tanda aktifitas fungsi sistim kekebalan tubuh mereka. Salah satunya adalah uji fungsi natural killer (NK) yaitu fungsi kemampuan tubuh alami dalam mencari serta membunuh sel-sel target.
Sel Natural Killer memiliki fungsi yang sangat penting karena mereka mampu mendeteksi serta membunuh sel-sel kankertersebut,ungkap kata Andersen.
Kami menemukan kenyataan bahwa tingkat stres yang tinggi sebenarnya tidak mengurangi jumlah sel NK, tetapi stres telah membuat sel-sel NK tersebut bekerja kurang efektif.
Pasien juga diuji untuk mengetahui bagaimana mereka bereaksi terhadap interferon gamma, yaitu suatu protein yang merangsang sel-sel NK untuk melakukan pekerjaan mereka.
Uji sistem kekebalan yang ketiga adalah untuk menentukan seberapa jauh sel darah melakukan replikasi saat menghadapi dua bahan kimia - ConA dan PHA yang dimasukan kedalam tubuh.
Dalam dua tes terakhir tersebut, para wanita yang dihinggapi kecemasan berlebihan telah menunjukan keadaan semakin melemahnya respon sistim kekebalan tubuh mereka.
Keadaan ini tetap bertahan bahkan hingga setelah para peneliti tersebut mulai memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi imunitas para pasien penderita kanker payudara tersebut, termasuk usia dari para pasien tersebut, keparahan penyakit yang dideritanya dan keadaan fisik mereka paska oprasi.
Hasil ini ternyata sesuai dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Glaser serta para peneliti lainnya yang juga berhasil menemukan kaitan antara stres dengan kinerja fungsi sistim kekebalan tubuh pada individu-individu yang relatif sehat.
Dan penelitian inipun telah berhasil menunjukan adanya hubungan yang sama diantara stres dengan fungsi kekebalan tubuh tetapi pada para penderita kanker, kata Andersen.
Para peneliti dalam hal ini mulai melihat kemungkinan memanfaatkan penggunaan intervensi psikologis untuk mengurangi stres para penderita kanker payudara tersebut, agar mampu meningkatkan keadaan serta kinerja dari sistim kekebalan tubuh mereka tersebut.
Intervensi psikologis mungkin dapat berperanan penting dalam hal ini, karena selain akan meningkatkan kualitas hidup mereka, juga akan mampu meningkatkan kesehatan para penderita kanker payudaratersebut, kata Andersen. Dan itulah yang saat ini sedang kita lakukan saat ini.
Disarikan dan dialihbahasakan oleh WS Djaka Panungkas Alibassa dari tulisan Jeff Grabmeier (Ohio State University).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University telah berhasil membuktikan bahwa stress yang dialami oleh hampir setiap pasien penderita kanker payudara baik yang diakibatkan oleh hasil diagnosa keadaan mereka maupun terapi yang harus mereka jalani dapat memperlemah sistim kekebalan tubuh mereka.
Para peneliti tersebut memperoleh kenyataan bahwa setiap pasien yang menanggapi diagnosa maupun terapi yang dilakukan terhadap mereka dengan penuh kedemasan ternyata keadaan kinerja sistim kekebalan tubuh mereka menjadi jauh lebih rendah hingga 3 (tiga) kali lipat dari mereka yang tidak terlalu mencemaskan keadaan dirinya.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan, karena dengan jelas telah menunjukkan tentang adanya hubungan keterkaitan diantara faktor kecemasan tinggi yang dimiliki mereka saat itu dengan keadaan rendahnya tiingkat sistim kekebalan tubuh pada diri mereka ,seperti yang diungkapkan oleh Barbara Andersen seorang profesor dibidang obstetrics serta gynecology pada Ohio State University yang memimpin penelitian tersebut.
Andersen, yang juga anggota dari Ohio States Institute for Behavioral Medicine Research and Comprehensive Cancer Center telah melaporkan hasil timnya ini pada pertemuan tahunan the American Association for the Advancement of Science di Seattle.
Didalam penelitian ini, Anderson telah melakukan penelitian tersebut bersama-sama dengan Ronald Glaser seorang profesor bidang mikrobiologi dan imunologi, dan William Farrar seorang profesor dibidang bedah pada Ohio State University.
Didalam studi yang mereka lakukan tersebut, mereka telah melibatkan 115 orang wanita penderita kanker payudara stadium dua dan tiga yang dirawat di Arthur G. James Cancer Hospital and Research Institute serta berkolaborasi dengan dokter-dokter yang berada di daerah Columbus
Para wanita penderita kanker payudara tersebut, mulai disertakan kedalam penelitian tersebut setelah mereka menjalani pembedahan tetapi sebelum mereka menjalani terapi tambahan lainnya.
Para penderita tersebut sebelumnya diminta untuk mengisi kuesioner-kuesioner yang mampu menggali suasana hati mereka karena mengalami penyakit tersebut.
Para peneliti kemudian menguji para wanita tersebut untuk mendapatkan tanda-tanda aktifitas fungsi sistim kekebalan tubuh mereka. Salah satunya adalah uji fungsi natural killer (NK) yaitu fungsi kemampuan tubuh alami dalam mencari serta membunuh sel-sel target.
Sel Natural Killer memiliki fungsi yang sangat penting karena mereka mampu mendeteksi serta membunuh sel-sel kankertersebut,ungkap kata Andersen.
Kami menemukan kenyataan bahwa tingkat stres yang tinggi sebenarnya tidak mengurangi jumlah sel NK, tetapi stres telah membuat sel-sel NK tersebut bekerja kurang efektif.
Pasien juga diuji untuk mengetahui bagaimana mereka bereaksi terhadap interferon gamma, yaitu suatu protein yang merangsang sel-sel NK untuk melakukan pekerjaan mereka.
Uji sistem kekebalan yang ketiga adalah untuk menentukan seberapa jauh sel darah melakukan replikasi saat menghadapi dua bahan kimia - ConA dan PHA yang dimasukan kedalam tubuh.
Dalam dua tes terakhir tersebut, para wanita yang dihinggapi kecemasan berlebihan telah menunjukan keadaan semakin melemahnya respon sistim kekebalan tubuh mereka.
Keadaan ini tetap bertahan bahkan hingga setelah para peneliti tersebut mulai memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi imunitas para pasien penderita kanker payudara tersebut, termasuk usia dari para pasien tersebut, keparahan penyakit yang dideritanya dan keadaan fisik mereka paska oprasi.
Hasil ini ternyata sesuai dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Glaser serta para peneliti lainnya yang juga berhasil menemukan kaitan antara stres dengan kinerja fungsi sistim kekebalan tubuh pada individu-individu yang relatif sehat.
Dan penelitian inipun telah berhasil menunjukan adanya hubungan yang sama diantara stres dengan fungsi kekebalan tubuh tetapi pada para penderita kanker, kata Andersen.
Para peneliti dalam hal ini mulai melihat kemungkinan memanfaatkan penggunaan intervensi psikologis untuk mengurangi stres para penderita kanker payudara tersebut, agar mampu meningkatkan keadaan serta kinerja dari sistim kekebalan tubuh mereka tersebut.
Intervensi psikologis mungkin dapat berperanan penting dalam hal ini, karena selain akan meningkatkan kualitas hidup mereka, juga akan mampu meningkatkan kesehatan para penderita kanker payudaratersebut, kata Andersen. Dan itulah yang saat ini sedang kita lakukan saat ini.
Disarikan dan dialihbahasakan oleh WS Djaka Panungkas Alibassa dari tulisan Jeff Grabmeier (Ohio State University).
Para peneliti tersebut memperoleh kenyataan bahwa setiap pasien yang menanggapi diagnosa maupun terapi yang dilakukan terhadap mereka dengan penuh kedemasan ternyata keadaan kinerja sistim kekebalan tubuh mereka menjadi jauh lebih rendah hingga 3 (tiga) kali lipat dari mereka yang tidak terlalu mencemaskan keadaan dirinya.
Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan, karena dengan jelas telah menunjukkan tentang adanya hubungan keterkaitan diantara faktor kecemasan tinggi yang dimiliki mereka saat itu dengan keadaan rendahnya tiingkat sistim kekebalan tubuh pada diri mereka ,seperti yang diungkapkan oleh Barbara Andersen seorang profesor dibidang obstetrics serta gynecology pada Ohio State University yang memimpin penelitian tersebut.
Andersen, yang juga anggota dari Ohio States Institute for Behavioral Medicine Research and Comprehensive Cancer Center telah melaporkan hasil timnya ini pada pertemuan tahunan the American Association for the Advancement of Science di Seattle.
Didalam penelitian ini, Anderson telah melakukan penelitian tersebut bersama-sama dengan Ronald Glaser seorang profesor bidang mikrobiologi dan imunologi, dan William Farrar seorang profesor dibidang bedah pada Ohio State University.
Didalam studi yang mereka lakukan tersebut, mereka telah melibatkan 115 orang wanita penderita kanker payudara stadium dua dan tiga yang dirawat di Arthur G. James Cancer Hospital and Research Institute serta berkolaborasi dengan dokter-dokter yang berada di daerah Columbus
Para wanita penderita kanker payudara tersebut, mulai disertakan kedalam penelitian tersebut setelah mereka menjalani pembedahan tetapi sebelum mereka menjalani terapi tambahan lainnya.
Para penderita tersebut sebelumnya diminta untuk mengisi kuesioner-kuesioner yang mampu menggali suasana hati mereka karena mengalami penyakit tersebut.
Para peneliti kemudian menguji para wanita tersebut untuk mendapatkan tanda-tanda aktifitas fungsi sistim kekebalan tubuh mereka. Salah satunya adalah uji fungsi natural killer (NK) yaitu fungsi kemampuan tubuh alami dalam mencari serta membunuh sel-sel target.
Sel Natural Killer memiliki fungsi yang sangat penting karena mereka mampu mendeteksi serta membunuh sel-sel kankertersebut,ungkap kata Andersen.
Kami menemukan kenyataan bahwa tingkat stres yang tinggi sebenarnya tidak mengurangi jumlah sel NK, tetapi stres telah membuat sel-sel NK tersebut bekerja kurang efektif.
Pasien juga diuji untuk mengetahui bagaimana mereka bereaksi terhadap interferon gamma, yaitu suatu protein yang merangsang sel-sel NK untuk melakukan pekerjaan mereka.
Uji sistem kekebalan yang ketiga adalah untuk menentukan seberapa jauh sel darah melakukan replikasi saat menghadapi dua bahan kimia - ConA dan PHA yang dimasukan kedalam tubuh.
Dalam dua tes terakhir tersebut, para wanita yang dihinggapi kecemasan berlebihan telah menunjukan keadaan semakin melemahnya respon sistim kekebalan tubuh mereka.
Keadaan ini tetap bertahan bahkan hingga setelah para peneliti tersebut mulai memperhitungkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi imunitas para pasien penderita kanker payudara tersebut, termasuk usia dari para pasien tersebut, keparahan penyakit yang dideritanya dan keadaan fisik mereka paska oprasi.
Hasil ini ternyata sesuai dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Glaser serta para peneliti lainnya yang juga berhasil menemukan kaitan antara stres dengan kinerja fungsi sistim kekebalan tubuh pada individu-individu yang relatif sehat.
Dan penelitian inipun telah berhasil menunjukan adanya hubungan yang sama diantara stres dengan fungsi kekebalan tubuh tetapi pada para penderita kanker, kata Andersen.
Para peneliti dalam hal ini mulai melihat kemungkinan memanfaatkan penggunaan intervensi psikologis untuk mengurangi stres para penderita kanker payudara tersebut, agar mampu meningkatkan keadaan serta kinerja dari sistim kekebalan tubuh mereka tersebut.
Intervensi psikologis mungkin dapat berperanan penting dalam hal ini, karena selain akan meningkatkan kualitas hidup mereka, juga akan mampu meningkatkan kesehatan para penderita kanker payudaratersebut, kata Andersen. Dan itulah yang saat ini sedang kita lakukan saat ini.
Disarikan dan dialihbahasakan oleh WS Djaka Panungkas Alibassa dari tulisan Jeff Grabmeier (Ohio State University).
Percekcokan Rumah Tangga Menurunkan Sistim Kekebalan Tubuh
/* Suatu penelitian telah menunjukan bahwa walaupun suatu bahtera perkawinan telah berhasil diarungi selama puluhan tahun, jika pada nyatanya sering terjebak masuk kedalam kancah perselisihan paham atau percekcokan, maka dampak negatif stress bertubi-tubi yang dialami oleh mereka tidak akan mungkin terhindarkan lagi.
Para peneliti dari Ohio State University telah menemukan kenyataan bahwa percekcokan yang terjadi antara sepasang suami- istri yang rata-rata telah menikah selama 42 tahun sangat erat kaitannya dengankeadaan semakin melemahnya sistim kekebalan tubuh mereka sebagai akibat dari peningkatan kadar hormon stress yang selama itu terjadi pada diri mereka.
Akibatnya, diri mereka menjadi rentan terhadap tularan suatu penyakit bahkan rentan terhadap serangan kanker.
Hasil dari penelitian tersebut, ternyata sangat mirip dengan hal yang telah ditemukan dalam sebuah studi terhadap pasangan- pasangan yang belum lama menempuh bahtera rumah tangganya, seperti yang diungkapkan oleh Janice Kiecolt-Glaser profesor di bidang psikiatri dan psikologi pada Ohio State University yang juga terlibat didalam kedua penelitian tersebut.
Namun, menurutnya dia sangat yakin bahwa dampak yang ditimbulkannya pasti akan jauh lebih mengejutkan lagi dengan yang terjadi pada pasangan-pasangan yang usia perkawinannya lebih lama.
"Anda mungkin berpikir bahwa dampak perselisihan pada pasangan lebih tua pasti akan lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh pasangan-pasangan muda, dengan dasar pemikiran bahwa pada pasangan yang lebih tua pasti sudah terbiasa dalam menghadapi masalah dan lebih dewasa cara berpikirnya. Tetapi didalam kenyataannya bukan hal seperti itu malah yang terjadi" Kata Janice Kiecolt Glaser.
Pandangan tersebut tentunya didasari oleh pemahaman bahwa pasangan lebih tua pada umumnya relatif bahagia karena mampu mempertahankan hidup perkawinan mereka sedangkan yang yang keutuhan hidup perkawinan mereka diragukan, dalam penelitian tersebut hanya berjumlah sekitar 13 persen-nya saja. Selain hal tersebut, pada umumnya mereka berperilaku jauh lebih positif serta perilaku negatifnya tidak sebesar apa yang terjadi pada pasangan-pasangan muda.
Menurut Janice Kiecolt, disamping memiliki keuntungan-keuntungan tersebut, bagaimanapun juga pasangan-pasangan yang lebih lama dalam menjalani hidup perkawinan mereka tetap tidak akan terlepas dari dampak-dampak puruk dari percekcokan-percekcokan yang pernah mereka alami sebelumnya.
Didalam penelitian ini, Janice Kiecolt telah melakukan penelitian-penelitiannya bersama dengan suaminya yaitu Ronald Glaser profesor dibidang mikrobiologi medis serta imunologi dan dibantu oleh William Malarkey profesor dibidang penyakit dalam. Dan mereka adalah para pakar-pakar dari Ohio State University dari Insitute Behavioral Medicine Research.
Temuan-temuan mereka ini telah dipublikasikan pada jurnal Psychosomatic Medicine serta dilaporkan dalam International Congress of Behavioral Medicine pada bulan Maret 1996.
Dalam projek penelitian ini, mereka telah melibatkan 31 pasangan yang rata-rata berusia diantara 55-75 tahun yang sebelumnya telah diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk menguji berapa jauh tingkat kepuasan yang telah mereka capai dalam menempuh hidup perkawinan mereka.
Kemudian, mereka diminta untuk mengikuti sesi uji lain selama 8-jam di Ohio State's Clinical Research Center dimana pada setiap pesertanya dipasang tabung infus yang memungkinkan para peneliti dengan mudah akan dapat mengambil sampel darah secara berkala, selama percobaan tersebut berlangsung.
Selanjutnya, setiap pasangan diminta untuk masing-masing mendiskusikan topik-topik yang dalam hidup perkawinannya pernah menimbulkan masalah, dan untuk hal tersebut mereka diberi waktu selama setengah jam untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Selama waktu itu, para peneliti secara rutin mengambil sampel darah mereka untuk diuji indikator fungsi dari sistim kekebalan tubuh mereka, serta terjadinya perubahan- perubahan kadar hormon pada darah mereka.
Selain itu, para peneliti juga merekam setiap diskusi yang dilakukan mereka serta menghitung jumlah perilaku negatif setiap individu dari pasangan tersebut.
"Kami menemukan kenyataan bahwa semakin buruk sikap dan pikiran negatip yang mereka miliki terhadap pasangannya, semakin menurun juga sistim kekebalan tubuh mereka." kata Glaser.
Sehingga, setiap pasangan yang memiliki sistim kekebalan tubuh lemah dapat disimpulkan dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari membiarkan sikap negatip masing-masing didalam membicarakan perbedaan pendirian atau pendapat mereka.
Didalam penelitian ini, kadar beberapa hormon seperti halnya kortisol, ACTH, dan norepinefrin dalam darah juga diukur selama perdebatan yang terjadi diantara setiap pasangan tersebut , untuk dapat menguji pengeluaran hormon-hormon stres, karena hal tersebut sangat mempengaruhi sistim kekebalan tubuh.
Dari hasilnya, ternyata bahwa tingkat hormonal pada pasangan wanita sangat bervariasi dan sangat tergantung kepada jumlah sikap negatif mereka selama perdebatan tersebut serta berapa jauhnya kepuasan yang mereka rasakan dalam menjalani hidup perkawinan mereka.
Sedangkan pada pasangan laki-laki, ternyata mereka sama sekali tidak menampakan adanya yang sampai mengalami perubahan kadar hormon dalam darahnya.
Hal ini, menunjukan bahwa pada kaum wanita pengeluaran hormon kedalam darahnya sangat mudah mengalami perubahan bila terpicu oleh bentuk sikap serta cara berpikirnya .
Sedangkan perubahan yang terjadi pada keadaan sistim kekebalan tubuh mereka, secara nyata terlihat sama terjadi pada kedua jenis pasangan tersebut, yaitu sama-sama terjadi baik pada pasangan-pasanganbaru maupun pasangan-pasangan yang telah lebih lama dalam mengarungi bahtera perkawinan mereka.
Walaupun demikian, pada pasangan yang lebih lama mengarungi hidup perkawinan mereka, ternyata dampak yang ditimbulkannya pada fisik mereka keadaannya nampak jauh lebih besar.
Sehingga seorang lanjut usia umumnya memiliki respon sistim kekebalan tubuh yang jauh lebih lemah darpada yang lebih muda.
Dan didalam penelitian lain yang juga dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University, telah menunjukan bahwa stres kronis yang mereka alami memiliki pengaruh yang sangat besar dalam melemahkan sistim kekebalan tubuh dari orang-orang yang berusia lanjut.
“Orang yang berusia lanjut, rata-rata memiliki tingkat resiko yang lebih besar untuk dapat menderita suatu penyakit menular serta mengalami kematian jika dibandingkan dengan orang-orang yang jauh lebih muda," ungkap Glaser. "Bertambahnya stres, seperti halnya dengan percekcokan rumah tangga, telah menempatkan mereka pada suatu keadaan yang memiliki resiko kesehatan yang besar."
Proyek ini didukung oleh The National Institutes of Health dan Ohio State's Comprehensive Cancer Center.
Dialihbahasa dan disarikan dari tulisan Jeff Grabmeier ( Ohio State University) oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Suatu penelitian telah menunjukan bahwa walaupun suatu bahtera perkawinan telah berhasil diarungi selama puluhan tahun, jika pada nyatanya sering terjebak masuk kedalam kancah perselisihan paham atau percekcokan, maka dampak negatif stress bertubi-tubi yang dialami oleh mereka tidak akan mungkin terhindarkan lagi.
Para peneliti dari Ohio State University telah menemukan kenyataan bahwa percekcokan yang terjadi antara sepasang suami- istri yang rata-rata telah menikah selama 42 tahun sangat erat kaitannya dengankeadaan semakin melemahnya sistim kekebalan tubuh mereka sebagai akibat dari peningkatan kadar hormon stress yang selama itu terjadi pada diri mereka.
Akibatnya, diri mereka menjadi rentan terhadap tularan suatu penyakit bahkan rentan terhadap serangan kanker.
Hasil dari penelitian tersebut, ternyata sangat mirip dengan hal yang telah ditemukan dalam sebuah studi terhadap pasangan- pasangan yang belum lama menempuh bahtera rumah tangganya, seperti yang diungkapkan oleh Janice Kiecolt-Glaser profesor di bidang psikiatri dan psikologi pada Ohio State University yang juga terlibat didalam kedua penelitian tersebut.
Namun, menurutnya dia sangat yakin bahwa dampak yang ditimbulkannya pasti akan jauh lebih mengejutkan lagi dengan yang terjadi pada pasangan-pasangan yang usia perkawinannya lebih lama.
"Anda mungkin berpikir bahwa dampak perselisihan pada pasangan lebih tua pasti akan lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh pasangan-pasangan muda, dengan dasar pemikiran bahwa pada pasangan yang lebih tua pasti sudah terbiasa dalam menghadapi masalah dan lebih dewasa cara berpikirnya. Tetapi didalam kenyataannya bukan hal seperti itu malah yang terjadi" Kata Janice Kiecolt Glaser.
Pandangan tersebut tentunya didasari oleh pemahaman bahwa pasangan lebih tua pada umumnya relatif bahagia karena mampu mempertahankan hidup perkawinan mereka sedangkan yang yang keutuhan hidup perkawinan mereka diragukan, dalam penelitian tersebut hanya berjumlah sekitar 13 persen-nya saja. Selain hal tersebut, pada umumnya mereka berperilaku jauh lebih positif serta perilaku negatifnya tidak sebesar apa yang terjadi pada pasangan-pasangan muda.
Menurut Janice Kiecolt, disamping memiliki keuntungan-keuntungan tersebut, bagaimanapun juga pasangan-pasangan yang lebih lama dalam menjalani hidup perkawinan mereka tetap tidak akan terlepas dari dampak-dampak puruk dari percekcokan-percekcokan yang pernah mereka alami sebelumnya.
Didalam penelitian ini, Janice Kiecolt telah melakukan penelitian-penelitiannya bersama dengan suaminya yaitu Ronald Glaser profesor dibidang mikrobiologi medis serta imunologi dan dibantu oleh William Malarkey profesor dibidang penyakit dalam. Dan mereka adalah para pakar-pakar dari Ohio State University dari Insitute Behavioral Medicine Research.
Temuan-temuan mereka ini telah dipublikasikan pada jurnal Psychosomatic Medicine serta dilaporkan dalam International Congress of Behavioral Medicine pada bulan Maret 1996.
Dalam projek penelitian ini, mereka telah melibatkan 31 pasangan yang rata-rata berusia diantara 55-75 tahun yang sebelumnya telah diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk menguji berapa jauh tingkat kepuasan yang telah mereka capai dalam menempuh hidup perkawinan mereka.
Kemudian, mereka diminta untuk mengikuti sesi uji lain selama 8-jam di Ohio State's Clinical Research Center dimana pada setiap pesertanya dipasang tabung infus yang memungkinkan para peneliti dengan mudah akan dapat mengambil sampel darah secara berkala, selama percobaan tersebut berlangsung.
Selanjutnya, setiap pasangan diminta untuk masing-masing mendiskusikan topik-topik yang dalam hidup perkawinannya pernah menimbulkan masalah, dan untuk hal tersebut mereka diberi waktu selama setengah jam untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Selama waktu itu, para peneliti secara rutin mengambil sampel darah mereka untuk diuji indikator fungsi dari sistim kekebalan tubuh mereka, serta terjadinya perubahan- perubahan kadar hormon pada darah mereka.
Selain itu, para peneliti juga merekam setiap diskusi yang dilakukan mereka serta menghitung jumlah perilaku negatif setiap individu dari pasangan tersebut.
"Kami menemukan kenyataan bahwa semakin buruk sikap dan pikiran negatip yang mereka miliki terhadap pasangannya, semakin menurun juga sistim kekebalan tubuh mereka." kata Glaser.
Sehingga, setiap pasangan yang memiliki sistim kekebalan tubuh lemah dapat disimpulkan dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari membiarkan sikap negatip masing-masing didalam membicarakan perbedaan pendirian atau pendapat mereka.
Didalam penelitian ini, kadar beberapa hormon seperti halnya kortisol, ACTH, dan norepinefrin dalam darah juga diukur selama perdebatan yang terjadi diantara setiap pasangan tersebut , untuk dapat menguji pengeluaran hormon-hormon stres, karena hal tersebut sangat mempengaruhi sistim kekebalan tubuh.
Dari hasilnya, ternyata bahwa tingkat hormonal pada pasangan wanita sangat bervariasi dan sangat tergantung kepada jumlah sikap negatif mereka selama perdebatan tersebut serta berapa jauhnya kepuasan yang mereka rasakan dalam menjalani hidup perkawinan mereka.
Sedangkan pada pasangan laki-laki, ternyata mereka sama sekali tidak menampakan adanya yang sampai mengalami perubahan kadar hormon dalam darahnya.
Hal ini, menunjukan bahwa pada kaum wanita pengeluaran hormon kedalam darahnya sangat mudah mengalami perubahan bila terpicu oleh bentuk sikap serta cara berpikirnya .
Sedangkan perubahan yang terjadi pada keadaan sistim kekebalan tubuh mereka, secara nyata terlihat sama terjadi pada kedua jenis pasangan tersebut, yaitu sama-sama terjadi baik pada pasangan-pasanganbaru maupun pasangan-pasangan yang telah lebih lama dalam mengarungi bahtera perkawinan mereka.
Walaupun demikian, pada pasangan yang lebih lama mengarungi hidup perkawinan mereka, ternyata dampak yang ditimbulkannya pada fisik mereka keadaannya nampak jauh lebih besar.
Sehingga seorang lanjut usia umumnya memiliki respon sistim kekebalan tubuh yang jauh lebih lemah darpada yang lebih muda.
Dan didalam penelitian lain yang juga dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University, telah menunjukan bahwa stres kronis yang mereka alami memiliki pengaruh yang sangat besar dalam melemahkan sistim kekebalan tubuh dari orang-orang yang berusia lanjut.
“Orang yang berusia lanjut, rata-rata memiliki tingkat resiko yang lebih besar untuk dapat menderita suatu penyakit menular serta mengalami kematian jika dibandingkan dengan orang-orang yang jauh lebih muda," ungkap Glaser. "Bertambahnya stres, seperti halnya dengan percekcokan rumah tangga, telah menempatkan mereka pada suatu keadaan yang memiliki resiko kesehatan yang besar."
Proyek ini didukung oleh The National Institutes of Health dan Ohio State's Comprehensive Cancer Center.
Dialihbahasa dan disarikan dari tulisan Jeff Grabmeier ( Ohio State University) oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Para peneliti dari Ohio State University telah menemukan kenyataan bahwa percekcokan yang terjadi antara sepasang suami- istri yang rata-rata telah menikah selama 42 tahun sangat erat kaitannya dengankeadaan semakin melemahnya sistim kekebalan tubuh mereka sebagai akibat dari peningkatan kadar hormon stress yang selama itu terjadi pada diri mereka.
Akibatnya, diri mereka menjadi rentan terhadap tularan suatu penyakit bahkan rentan terhadap serangan kanker.
Hasil dari penelitian tersebut, ternyata sangat mirip dengan hal yang telah ditemukan dalam sebuah studi terhadap pasangan- pasangan yang belum lama menempuh bahtera rumah tangganya, seperti yang diungkapkan oleh Janice Kiecolt-Glaser profesor di bidang psikiatri dan psikologi pada Ohio State University yang juga terlibat didalam kedua penelitian tersebut.
Namun, menurutnya dia sangat yakin bahwa dampak yang ditimbulkannya pasti akan jauh lebih mengejutkan lagi dengan yang terjadi pada pasangan-pasangan yang usia perkawinannya lebih lama.
"Anda mungkin berpikir bahwa dampak perselisihan pada pasangan lebih tua pasti akan lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh pasangan-pasangan muda, dengan dasar pemikiran bahwa pada pasangan yang lebih tua pasti sudah terbiasa dalam menghadapi masalah dan lebih dewasa cara berpikirnya. Tetapi didalam kenyataannya bukan hal seperti itu malah yang terjadi" Kata Janice Kiecolt Glaser.
Pandangan tersebut tentunya didasari oleh pemahaman bahwa pasangan lebih tua pada umumnya relatif bahagia karena mampu mempertahankan hidup perkawinan mereka sedangkan yang yang keutuhan hidup perkawinan mereka diragukan, dalam penelitian tersebut hanya berjumlah sekitar 13 persen-nya saja. Selain hal tersebut, pada umumnya mereka berperilaku jauh lebih positif serta perilaku negatifnya tidak sebesar apa yang terjadi pada pasangan-pasangan muda.
Menurut Janice Kiecolt, disamping memiliki keuntungan-keuntungan tersebut, bagaimanapun juga pasangan-pasangan yang lebih lama dalam menjalani hidup perkawinan mereka tetap tidak akan terlepas dari dampak-dampak puruk dari percekcokan-percekcokan yang pernah mereka alami sebelumnya.
Didalam penelitian ini, Janice Kiecolt telah melakukan penelitian-penelitiannya bersama dengan suaminya yaitu Ronald Glaser profesor dibidang mikrobiologi medis serta imunologi dan dibantu oleh William Malarkey profesor dibidang penyakit dalam. Dan mereka adalah para pakar-pakar dari Ohio State University dari Insitute Behavioral Medicine Research.
Temuan-temuan mereka ini telah dipublikasikan pada jurnal Psychosomatic Medicine serta dilaporkan dalam International Congress of Behavioral Medicine pada bulan Maret 1996.
Dalam projek penelitian ini, mereka telah melibatkan 31 pasangan yang rata-rata berusia diantara 55-75 tahun yang sebelumnya telah diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk menguji berapa jauh tingkat kepuasan yang telah mereka capai dalam menempuh hidup perkawinan mereka.
Kemudian, mereka diminta untuk mengikuti sesi uji lain selama 8-jam di Ohio State's Clinical Research Center dimana pada setiap pesertanya dipasang tabung infus yang memungkinkan para peneliti dengan mudah akan dapat mengambil sampel darah secara berkala, selama percobaan tersebut berlangsung.
Selanjutnya, setiap pasangan diminta untuk masing-masing mendiskusikan topik-topik yang dalam hidup perkawinannya pernah menimbulkan masalah, dan untuk hal tersebut mereka diberi waktu selama setengah jam untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Selama waktu itu, para peneliti secara rutin mengambil sampel darah mereka untuk diuji indikator fungsi dari sistim kekebalan tubuh mereka, serta terjadinya perubahan- perubahan kadar hormon pada darah mereka.
Selain itu, para peneliti juga merekam setiap diskusi yang dilakukan mereka serta menghitung jumlah perilaku negatif setiap individu dari pasangan tersebut.
"Kami menemukan kenyataan bahwa semakin buruk sikap dan pikiran negatip yang mereka miliki terhadap pasangannya, semakin menurun juga sistim kekebalan tubuh mereka." kata Glaser.
Sehingga, setiap pasangan yang memiliki sistim kekebalan tubuh lemah dapat disimpulkan dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari membiarkan sikap negatip masing-masing didalam membicarakan perbedaan pendirian atau pendapat mereka.
Didalam penelitian ini, kadar beberapa hormon seperti halnya kortisol, ACTH, dan norepinefrin dalam darah juga diukur selama perdebatan yang terjadi diantara setiap pasangan tersebut , untuk dapat menguji pengeluaran hormon-hormon stres, karena hal tersebut sangat mempengaruhi sistim kekebalan tubuh.
Dari hasilnya, ternyata bahwa tingkat hormonal pada pasangan wanita sangat bervariasi dan sangat tergantung kepada jumlah sikap negatif mereka selama perdebatan tersebut serta berapa jauhnya kepuasan yang mereka rasakan dalam menjalani hidup perkawinan mereka.
Sedangkan pada pasangan laki-laki, ternyata mereka sama sekali tidak menampakan adanya yang sampai mengalami perubahan kadar hormon dalam darahnya.
Hal ini, menunjukan bahwa pada kaum wanita pengeluaran hormon kedalam darahnya sangat mudah mengalami perubahan bila terpicu oleh bentuk sikap serta cara berpikirnya .
Sedangkan perubahan yang terjadi pada keadaan sistim kekebalan tubuh mereka, secara nyata terlihat sama terjadi pada kedua jenis pasangan tersebut, yaitu sama-sama terjadi baik pada pasangan-pasanganbaru maupun pasangan-pasangan yang telah lebih lama dalam mengarungi bahtera perkawinan mereka.
Walaupun demikian, pada pasangan yang lebih lama mengarungi hidup perkawinan mereka, ternyata dampak yang ditimbulkannya pada fisik mereka keadaannya nampak jauh lebih besar.
Sehingga seorang lanjut usia umumnya memiliki respon sistim kekebalan tubuh yang jauh lebih lemah darpada yang lebih muda.
Dan didalam penelitian lain yang juga dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University, telah menunjukan bahwa stres kronis yang mereka alami memiliki pengaruh yang sangat besar dalam melemahkan sistim kekebalan tubuh dari orang-orang yang berusia lanjut.
“Orang yang berusia lanjut, rata-rata memiliki tingkat resiko yang lebih besar untuk dapat menderita suatu penyakit menular serta mengalami kematian jika dibandingkan dengan orang-orang yang jauh lebih muda," ungkap Glaser. "Bertambahnya stres, seperti halnya dengan percekcokan rumah tangga, telah menempatkan mereka pada suatu keadaan yang memiliki resiko kesehatan yang besar."
Proyek ini didukung oleh The National Institutes of Health dan Ohio State's Comprehensive Cancer Center.
Dialihbahasa dan disarikan dari tulisan Jeff Grabmeier ( Ohio State University) oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Suatu penelitian telah menunjukan bahwa walaupun suatu bahtera perkawinan telah berhasil diarungi selama puluhan tahun, jika pada nyatanya sering terjebak masuk kedalam kancah perselisihan paham atau percekcokan, maka dampak negatif stress bertubi-tubi yang dialami oleh mereka tidak akan mungkin terhindarkan lagi.
Para peneliti dari Ohio State University telah menemukan kenyataan bahwa percekcokan yang terjadi antara sepasang suami- istri yang rata-rata telah menikah selama 42 tahun sangat erat kaitannya dengankeadaan semakin melemahnya sistim kekebalan tubuh mereka sebagai akibat dari peningkatan kadar hormon stress yang selama itu terjadi pada diri mereka.
Akibatnya, diri mereka menjadi rentan terhadap tularan suatu penyakit bahkan rentan terhadap serangan kanker.
Hasil dari penelitian tersebut, ternyata sangat mirip dengan hal yang telah ditemukan dalam sebuah studi terhadap pasangan- pasangan yang belum lama menempuh bahtera rumah tangganya, seperti yang diungkapkan oleh Janice Kiecolt-Glaser profesor di bidang psikiatri dan psikologi pada Ohio State University yang juga terlibat didalam kedua penelitian tersebut.
Namun, menurutnya dia sangat yakin bahwa dampak yang ditimbulkannya pasti akan jauh lebih mengejutkan lagi dengan yang terjadi pada pasangan-pasangan yang usia perkawinannya lebih lama.
"Anda mungkin berpikir bahwa dampak perselisihan pada pasangan lebih tua pasti akan lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh pasangan-pasangan muda, dengan dasar pemikiran bahwa pada pasangan yang lebih tua pasti sudah terbiasa dalam menghadapi masalah dan lebih dewasa cara berpikirnya. Tetapi didalam kenyataannya bukan hal seperti itu malah yang terjadi" Kata Janice Kiecolt Glaser.
Pandangan tersebut tentunya didasari oleh pemahaman bahwa pasangan lebih tua pada umumnya relatif bahagia karena mampu mempertahankan hidup perkawinan mereka sedangkan yang yang keutuhan hidup perkawinan mereka diragukan, dalam penelitian tersebut hanya berjumlah sekitar 13 persen-nya saja. Selain hal tersebut, pada umumnya mereka berperilaku jauh lebih positif serta perilaku negatifnya tidak sebesar apa yang terjadi pada pasangan-pasangan muda.
Menurut Janice Kiecolt, disamping memiliki keuntungan-keuntungan tersebut, bagaimanapun juga pasangan-pasangan yang lebih lama dalam menjalani hidup perkawinan mereka tetap tidak akan terlepas dari dampak-dampak puruk dari percekcokan-percekcokan yang pernah mereka alami sebelumnya.
Didalam penelitian ini, Janice Kiecolt telah melakukan penelitian-penelitiannya bersama dengan suaminya yaitu Ronald Glaser profesor dibidang mikrobiologi medis serta imunologi dan dibantu oleh William Malarkey profesor dibidang penyakit dalam. Dan mereka adalah para pakar-pakar dari Ohio State University dari Insitute Behavioral Medicine Research.
Temuan-temuan mereka ini telah dipublikasikan pada jurnal Psychosomatic Medicine serta dilaporkan dalam International Congress of Behavioral Medicine pada bulan Maret 1996.
Dalam projek penelitian ini, mereka telah melibatkan 31 pasangan yang rata-rata berusia diantara 55-75 tahun yang sebelumnya telah diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk menguji berapa jauh tingkat kepuasan yang telah mereka capai dalam menempuh hidup perkawinan mereka.
Kemudian, mereka diminta untuk mengikuti sesi uji lain selama 8-jam di Ohio State's Clinical Research Center dimana pada setiap pesertanya dipasang tabung infus yang memungkinkan para peneliti dengan mudah akan dapat mengambil sampel darah secara berkala, selama percobaan tersebut berlangsung.
Selanjutnya, setiap pasangan diminta untuk masing-masing mendiskusikan topik-topik yang dalam hidup perkawinannya pernah menimbulkan masalah, dan untuk hal tersebut mereka diberi waktu selama setengah jam untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Selama waktu itu, para peneliti secara rutin mengambil sampel darah mereka untuk diuji indikator fungsi dari sistim kekebalan tubuh mereka, serta terjadinya perubahan- perubahan kadar hormon pada darah mereka.
Selain itu, para peneliti juga merekam setiap diskusi yang dilakukan mereka serta menghitung jumlah perilaku negatif setiap individu dari pasangan tersebut.
"Kami menemukan kenyataan bahwa semakin buruk sikap dan pikiran negatip yang mereka miliki terhadap pasangannya, semakin menurun juga sistim kekebalan tubuh mereka." kata Glaser.
Sehingga, setiap pasangan yang memiliki sistim kekebalan tubuh lemah dapat disimpulkan dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari membiarkan sikap negatip masing-masing didalam membicarakan perbedaan pendirian atau pendapat mereka.
Didalam penelitian ini, kadar beberapa hormon seperti halnya kortisol, ACTH, dan norepinefrin dalam darah juga diukur selama perdebatan yang terjadi diantara setiap pasangan tersebut , untuk dapat menguji pengeluaran hormon-hormon stres, karena hal tersebut sangat mempengaruhi sistim kekebalan tubuh.
Dari hasilnya, ternyata bahwa tingkat hormonal pada pasangan wanita sangat bervariasi dan sangat tergantung kepada jumlah sikap negatif mereka selama perdebatan tersebut serta berapa jauhnya kepuasan yang mereka rasakan dalam menjalani hidup perkawinan mereka.
Sedangkan pada pasangan laki-laki, ternyata mereka sama sekali tidak menampakan adanya yang sampai mengalami perubahan kadar hormon dalam darahnya.
Hal ini, menunjukan bahwa pada kaum wanita pengeluaran hormon kedalam darahnya sangat mudah mengalami perubahan bila terpicu oleh bentuk sikap serta cara berpikirnya .
Sedangkan perubahan yang terjadi pada keadaan sistim kekebalan tubuh mereka, secara nyata terlihat sama terjadi pada kedua jenis pasangan tersebut, yaitu sama-sama terjadi baik pada pasangan-pasanganbaru maupun pasangan-pasangan yang telah lebih lama dalam mengarungi bahtera perkawinan mereka.
Walaupun demikian, pada pasangan yang lebih lama mengarungi hidup perkawinan mereka, ternyata dampak yang ditimbulkannya pada fisik mereka keadaannya nampak jauh lebih besar.
Sehingga seorang lanjut usia umumnya memiliki respon sistim kekebalan tubuh yang jauh lebih lemah darpada yang lebih muda.
Dan didalam penelitian lain yang juga dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University, telah menunjukan bahwa stres kronis yang mereka alami memiliki pengaruh yang sangat besar dalam melemahkan sistim kekebalan tubuh dari orang-orang yang berusia lanjut.
“Orang yang berusia lanjut, rata-rata memiliki tingkat resiko yang lebih besar untuk dapat menderita suatu penyakit menular serta mengalami kematian jika dibandingkan dengan orang-orang yang jauh lebih muda," ungkap Glaser. "Bertambahnya stres, seperti halnya dengan percekcokan rumah tangga, telah menempatkan mereka pada suatu keadaan yang memiliki resiko kesehatan yang besar."
Proyek ini didukung oleh The National Institutes of Health dan Ohio State's Comprehensive Cancer Center.
Dialihbahasa dan disarikan dari tulisan Jeff Grabmeier ( Ohio State University) oleh WS Djaka Panungkas Alibassa
Sabtu, 19 Februari 2011
Berapa Lama Sebenarnya Waktu Tidur Yang Kita Butuhkan ?
/* Walau para peneliti menyatakan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kebutuhan akan waktu untuk tidur malam yang berbeda, akan tetapi jika untuk dapat bangun pagi saja kita selalu harus mempergunakan alarm, maka itu merupakan suatu pertanda bahwa waktu tidur kita saat itu tidak mencukupi waktu yang sebenarnya dibutuhkan tubuh untuk mengembalikan kondisi fisik kita.
Menurut salah satu publikasi dari The National Sleep Foundation, walau kebutuhan akan waktu tidur malam belum dapat dipastikan secara tepat, akan tetapi masih ada sebuah cara untuk mengetahui cukup tidaknya waktu tidur malam yang dibutuhkan oleh tubuh kita, melalui berapa jauh ketergantungan kita pada penggunaan alarm untuk dapat bangun dipagi hari.
Menurut Profesor Michael H. Bonnet, PhD, seorang neurolog dari Wright State University School of Medicine serta direktur “Sleep laboratory” pada Dayton Department of Veterans Affairs Medical Center-Ohio, walau kita satu sama lain memiliki kebutuhan waktu tidur yang berbeda, kita semua memerlukan waktu tidur yang cukup sehingga kita dapat bangun tidur dengan segar tanpa harus merasa terpaksa bangun karena mendengar bunyi alarm.
Menurutnya, pada kenyataannya beberapa orang membutuhkan waktu tidur malam yang lebih lama dari yang lainnya, yaitu sesuai dengan gen, usia, jenis kelamin serta jumlah waktu tidur sebelumnya yang juga bervariasi.
Kebiasaan Tidur Seseorang dan Kesehatan
Mengenai jumlah lamanya waktu tidur malam yang kita butuhkan, seperti halnya dengan masalah jumlah waktu yang tujuh, delapan, atau bahkan sembilan jam, mungkin masih bisa dijadikan bahan intuk diperdebatkan. Akan tetapi, mengenai pentingnya waktu tidur malam yang cukup tentunya tidak bisa diperdebatkan lagi.
Karena, jika kurang tidur malam resiko terkena tekanan darah tinggi, mengalami peradangan, masalah berat badan, serta terkena penyakit-penyakit yang memiliki faktor resiko yang tinggi, seperti halnya dengan diabet dan penyakit jantung akan menjadi meningkat.
Selain hal tersebut, kurangnya tidur malam juga akan mengganggu kemampuan kita dalam bekerja serta semangat kita bekerja.
Hal yang telah menjadi sesuatu yang membudaya didalam masyarakat adalah menjadi kurang tidur akibat lebih mengutamakan hal-hal yang menyebabkannya menjadi kurang tidur seperti halnya menyelesaikan pekerjaan, sibuk dengan internet dan lain-lain yang menjadikannya megabaikan pentingnya tidur dimalam hari.
Padahal, dampak dari kurang tidur secara perlahan-lahan akan menggerogoti kita melalui menurunnya kemampuan kerja, merubah prilaku serta menurunnya kesehatan.
Pendapat bahwa tidur itu tidak terlalu penting menurut Bonet sama dengan pendapat yang menyatakan bahwa meminum yang beralkohol tinggi bukan masalah baginya. Karena, walaupun kita merasa tidak apa-apa, akan tetapi cepat atau lambat masalah kesehatan yang mematikan akan kita alami.
Masalah kurang tidur malam, juga memiliki dampak yang dapat mematikan lainnya, seperti halnya dengan tertidur saat mengemudikan kendaraan.
Menentukan Waktu Tidur Yang Dibutuhkan
Michael Breus, PhD, penulis buku Beauty Sleep serta direktur klinis dari The Sleep Division For Arrowhead Health di Glendale , Arizona, mengatakan bahwa masih ada sedikit misteri mengenai hal tidur serta lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk tidur agar bermanfaat bagi tubuhnya . Namun yang terpenting adalah mengetahui tentang berapa banyak waktu tidur yang sebenarnya kita butuhkan masing-masing agar menjadi bermanfaat.
Breus menyarankan untuk melakukan cara ini untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya waktu tidur yang kita butuhkan, yaitu : Jika kita selalu memerlukan bunyi alarm untuk membangunkan kita, cobalah pergi tidur 15 menit sebelumnya. Jika ternyata kemudian masih juga memerlukan adanya bunyi alarm kembali untuk membangunkan kita, majukan kembali waktu pergi tidur kita 15 menit dari yang sebelumnya dan seterusnya, hingga kita tidak memerlukan lagi bantuan bunyi alarm untuk dapat bangun. Latihan ini akan membuat kita mengetahui lebih pasti tentang jumlah tidur yang kita butuhkan setiap malamnya.
Akan tetapi, jika setelah tidur selama 7,5 jam malam tersebut ternyata kita tidak bangun dengan perasaan yang segar juga, lebih baik kita pergi ke dokter. Karena itu mungkin disebabkan oleh adanya masalah didalam tubuh kita seperti halnya dengan sleep apnea yang akan mempengaruhi kualitas tidur kita katanya.
Disarikan dan dialihbahasakan dari tulisan Denise Mann didalam WebMD Health News oleh WS Djaka Panungkas – Sekar Kinasih Healing Therapy Walau para peneliti menyatakan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kebutuhan akan waktu untuk tidur malam yang berbeda, akan tetapi jika untuk dapat bangun pagi saja kita selalu harus mempergunakan alarm, maka itu merupakan suatu pertanda bahwa waktu tidur kita saat itu tidak mencukupi waktu yang sebenarnya dibutuhkan tubuh untuk mengembalikan kondisi fisik kita.
Menurut salah satu publikasi dari The National Sleep Foundation, walau kebutuhan akan waktu tidur malam belum dapat dipastikan secara tepat, akan tetapi masih ada sebuah cara untuk mengetahui cukup tidaknya waktu tidur malam yang dibutuhkan oleh tubuh kita, melalui berapa jauh ketergantungan kita pada penggunaan alarm untuk dapat bangun dipagi hari.
Menurut Profesor Michael H. Bonnet, PhD, seorang neurolog dari Wright State University School of Medicine serta direktur “Sleep laboratory” pada Dayton Department of Veterans Affairs Medical Center-Ohio, walau kita satu sama lain memiliki kebutuhan waktu tidur yang berbeda, kita semua memerlukan waktu tidur yang cukup sehingga kita dapat bangun tidur dengan segar tanpa harus merasa terpaksa bangun karena mendengar bunyi alarm.
Menurutnya, pada kenyataannya beberapa orang membutuhkan waktu tidur malam yang lebih lama dari yang lainnya, yaitu sesuai dengan gen, usia, jenis kelamin serta jumlah waktu tidur sebelumnya yang juga bervariasi.
Kebiasaan Tidur Seseorang dan Kesehatan
Mengenai jumlah lamanya waktu tidur malam yang kita butuhkan, seperti halnya dengan masalah jumlah waktu yang tujuh, delapan, atau bahkan sembilan jam, mungkin masih bisa dijadikan bahan intuk diperdebatkan. Akan tetapi, mengenai pentingnya waktu tidur malam yang cukup tentunya tidak bisa diperdebatkan lagi.
Karena, jika kurang tidur malam resiko terkena tekanan darah tinggi, mengalami peradangan, masalah berat badan, serta terkena penyakit-penyakit yang memiliki faktor resiko yang tinggi, seperti halnya dengan diabet dan penyakit jantung akan menjadi meningkat.
Selain hal tersebut, kurangnya tidur malam juga akan mengganggu kemampuan kita dalam bekerja serta semangat kita bekerja.
Hal yang telah menjadi sesuatu yang membudaya didalam masyarakat adalah menjadi kurang tidur akibat lebih mengutamakan hal-hal yang menyebabkannya menjadi kurang tidur seperti halnya menyelesaikan pekerjaan, sibuk dengan internet dan lain-lain yang menjadikannya megabaikan pentingnya tidur dimalam hari.
Padahal, dampak dari kurang tidur secara perlahan-lahan akan menggerogoti kita melalui menurunnya kemampuan kerja, merubah prilaku serta menurunnya kesehatan.
Pendapat bahwa tidur itu tidak terlalu penting menurut Bonet sama dengan pendapat yang menyatakan bahwa meminum yang beralkohol tinggi bukan masalah baginya. Karena, walaupun kita merasa tidak apa-apa, akan tetapi cepat atau lambat masalah kesehatan yang mematikan akan kita alami.
Masalah kurang tidur malam, juga memiliki dampak yang dapat mematikan lainnya, seperti halnya dengan tertidur saat mengemudikan kendaraan.
Menentukan Waktu Tidur Yang Dibutuhkan
Michael Breus, PhD, penulis buku Beauty Sleep serta direktur klinis dari The Sleep Division For Arrowhead Health di Glendale , Arizona, mengatakan bahwa masih ada sedikit misteri mengenai hal tidur serta lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk tidur agar bermanfaat bagi tubuhnya . Namun yang terpenting adalah mengetahui tentang berapa banyak waktu tidur yang sebenarnya kita butuhkan masing-masing agar menjadi bermanfaat.
Breus menyarankan untuk melakukan cara ini untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya waktu tidur yang kita butuhkan, yaitu : Jika kita selalu memerlukan bunyi alarm untuk membangunkan kita, cobalah pergi tidur 15 menit sebelumnya. Jika ternyata kemudian masih juga memerlukan adanya bunyi alarm kembali untuk membangunkan kita, majukan kembali waktu pergi tidur kita 15 menit dari yang sebelumnya dan seterusnya, hingga kita tidak memerlukan lagi bantuan bunyi alarm untuk dapat bangun. Latihan ini akan membuat kita mengetahui lebih pasti tentang jumlah tidur yang kita butuhkan setiap malamnya.
Akan tetapi, jika setelah tidur selama 7,5 jam malam tersebut ternyata kita tidak bangun dengan perasaan yang segar juga, lebih baik kita pergi ke dokter. Karena itu mungkin disebabkan oleh adanya masalah didalam tubuh kita seperti halnya dengan sleep apnea yang akan mempengaruhi kualitas tidur kita katanya.
Disarikan dan dialihbahasakan dari tulisan Denise Mann didalam WebMD Health News oleh WS Djaka Panungkas – Sekar Kinasih Healing Therapy
Menurut salah satu publikasi dari The National Sleep Foundation, walau kebutuhan akan waktu tidur malam belum dapat dipastikan secara tepat, akan tetapi masih ada sebuah cara untuk mengetahui cukup tidaknya waktu tidur malam yang dibutuhkan oleh tubuh kita, melalui berapa jauh ketergantungan kita pada penggunaan alarm untuk dapat bangun dipagi hari.
Menurut Profesor Michael H. Bonnet, PhD, seorang neurolog dari Wright State University School of Medicine serta direktur “Sleep laboratory” pada Dayton Department of Veterans Affairs Medical Center-Ohio, walau kita satu sama lain memiliki kebutuhan waktu tidur yang berbeda, kita semua memerlukan waktu tidur yang cukup sehingga kita dapat bangun tidur dengan segar tanpa harus merasa terpaksa bangun karena mendengar bunyi alarm.
Menurutnya, pada kenyataannya beberapa orang membutuhkan waktu tidur malam yang lebih lama dari yang lainnya, yaitu sesuai dengan gen, usia, jenis kelamin serta jumlah waktu tidur sebelumnya yang juga bervariasi.
Kebiasaan Tidur Seseorang dan Kesehatan
Mengenai jumlah lamanya waktu tidur malam yang kita butuhkan, seperti halnya dengan masalah jumlah waktu yang tujuh, delapan, atau bahkan sembilan jam, mungkin masih bisa dijadikan bahan intuk diperdebatkan. Akan tetapi, mengenai pentingnya waktu tidur malam yang cukup tentunya tidak bisa diperdebatkan lagi.
Karena, jika kurang tidur malam resiko terkena tekanan darah tinggi, mengalami peradangan, masalah berat badan, serta terkena penyakit-penyakit yang memiliki faktor resiko yang tinggi, seperti halnya dengan diabet dan penyakit jantung akan menjadi meningkat.
Selain hal tersebut, kurangnya tidur malam juga akan mengganggu kemampuan kita dalam bekerja serta semangat kita bekerja.
Hal yang telah menjadi sesuatu yang membudaya didalam masyarakat adalah menjadi kurang tidur akibat lebih mengutamakan hal-hal yang menyebabkannya menjadi kurang tidur seperti halnya menyelesaikan pekerjaan, sibuk dengan internet dan lain-lain yang menjadikannya megabaikan pentingnya tidur dimalam hari.
Padahal, dampak dari kurang tidur secara perlahan-lahan akan menggerogoti kita melalui menurunnya kemampuan kerja, merubah prilaku serta menurunnya kesehatan.
Pendapat bahwa tidur itu tidak terlalu penting menurut Bonet sama dengan pendapat yang menyatakan bahwa meminum yang beralkohol tinggi bukan masalah baginya. Karena, walaupun kita merasa tidak apa-apa, akan tetapi cepat atau lambat masalah kesehatan yang mematikan akan kita alami.
Masalah kurang tidur malam, juga memiliki dampak yang dapat mematikan lainnya, seperti halnya dengan tertidur saat mengemudikan kendaraan.
Menentukan Waktu Tidur Yang Dibutuhkan
Michael Breus, PhD, penulis buku Beauty Sleep serta direktur klinis dari The Sleep Division For Arrowhead Health di Glendale , Arizona, mengatakan bahwa masih ada sedikit misteri mengenai hal tidur serta lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk tidur agar bermanfaat bagi tubuhnya . Namun yang terpenting adalah mengetahui tentang berapa banyak waktu tidur yang sebenarnya kita butuhkan masing-masing agar menjadi bermanfaat.
Breus menyarankan untuk melakukan cara ini untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya waktu tidur yang kita butuhkan, yaitu : Jika kita selalu memerlukan bunyi alarm untuk membangunkan kita, cobalah pergi tidur 15 menit sebelumnya. Jika ternyata kemudian masih juga memerlukan adanya bunyi alarm kembali untuk membangunkan kita, majukan kembali waktu pergi tidur kita 15 menit dari yang sebelumnya dan seterusnya, hingga kita tidak memerlukan lagi bantuan bunyi alarm untuk dapat bangun. Latihan ini akan membuat kita mengetahui lebih pasti tentang jumlah tidur yang kita butuhkan setiap malamnya.
Akan tetapi, jika setelah tidur selama 7,5 jam malam tersebut ternyata kita tidak bangun dengan perasaan yang segar juga, lebih baik kita pergi ke dokter. Karena itu mungkin disebabkan oleh adanya masalah didalam tubuh kita seperti halnya dengan sleep apnea yang akan mempengaruhi kualitas tidur kita katanya.
Disarikan dan dialihbahasakan dari tulisan Denise Mann didalam WebMD Health News oleh WS Djaka Panungkas – Sekar Kinasih Healing Therapy Walau para peneliti menyatakan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kebutuhan akan waktu untuk tidur malam yang berbeda, akan tetapi jika untuk dapat bangun pagi saja kita selalu harus mempergunakan alarm, maka itu merupakan suatu pertanda bahwa waktu tidur kita saat itu tidak mencukupi waktu yang sebenarnya dibutuhkan tubuh untuk mengembalikan kondisi fisik kita.
Menurut salah satu publikasi dari The National Sleep Foundation, walau kebutuhan akan waktu tidur malam belum dapat dipastikan secara tepat, akan tetapi masih ada sebuah cara untuk mengetahui cukup tidaknya waktu tidur malam yang dibutuhkan oleh tubuh kita, melalui berapa jauh ketergantungan kita pada penggunaan alarm untuk dapat bangun dipagi hari.
Menurut Profesor Michael H. Bonnet, PhD, seorang neurolog dari Wright State University School of Medicine serta direktur “Sleep laboratory” pada Dayton Department of Veterans Affairs Medical Center-Ohio, walau kita satu sama lain memiliki kebutuhan waktu tidur yang berbeda, kita semua memerlukan waktu tidur yang cukup sehingga kita dapat bangun tidur dengan segar tanpa harus merasa terpaksa bangun karena mendengar bunyi alarm.
Menurutnya, pada kenyataannya beberapa orang membutuhkan waktu tidur malam yang lebih lama dari yang lainnya, yaitu sesuai dengan gen, usia, jenis kelamin serta jumlah waktu tidur sebelumnya yang juga bervariasi.
Kebiasaan Tidur Seseorang dan Kesehatan
Mengenai jumlah lamanya waktu tidur malam yang kita butuhkan, seperti halnya dengan masalah jumlah waktu yang tujuh, delapan, atau bahkan sembilan jam, mungkin masih bisa dijadikan bahan intuk diperdebatkan. Akan tetapi, mengenai pentingnya waktu tidur malam yang cukup tentunya tidak bisa diperdebatkan lagi.
Karena, jika kurang tidur malam resiko terkena tekanan darah tinggi, mengalami peradangan, masalah berat badan, serta terkena penyakit-penyakit yang memiliki faktor resiko yang tinggi, seperti halnya dengan diabet dan penyakit jantung akan menjadi meningkat.
Selain hal tersebut, kurangnya tidur malam juga akan mengganggu kemampuan kita dalam bekerja serta semangat kita bekerja.
Hal yang telah menjadi sesuatu yang membudaya didalam masyarakat adalah menjadi kurang tidur akibat lebih mengutamakan hal-hal yang menyebabkannya menjadi kurang tidur seperti halnya menyelesaikan pekerjaan, sibuk dengan internet dan lain-lain yang menjadikannya megabaikan pentingnya tidur dimalam hari.
Padahal, dampak dari kurang tidur secara perlahan-lahan akan menggerogoti kita melalui menurunnya kemampuan kerja, merubah prilaku serta menurunnya kesehatan.
Pendapat bahwa tidur itu tidak terlalu penting menurut Bonet sama dengan pendapat yang menyatakan bahwa meminum yang beralkohol tinggi bukan masalah baginya. Karena, walaupun kita merasa tidak apa-apa, akan tetapi cepat atau lambat masalah kesehatan yang mematikan akan kita alami.
Masalah kurang tidur malam, juga memiliki dampak yang dapat mematikan lainnya, seperti halnya dengan tertidur saat mengemudikan kendaraan.
Menentukan Waktu Tidur Yang Dibutuhkan
Michael Breus, PhD, penulis buku Beauty Sleep serta direktur klinis dari The Sleep Division For Arrowhead Health di Glendale , Arizona, mengatakan bahwa masih ada sedikit misteri mengenai hal tidur serta lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk tidur agar bermanfaat bagi tubuhnya . Namun yang terpenting adalah mengetahui tentang berapa banyak waktu tidur yang sebenarnya kita butuhkan masing-masing agar menjadi bermanfaat.
Breus menyarankan untuk melakukan cara ini untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya waktu tidur yang kita butuhkan, yaitu : Jika kita selalu memerlukan bunyi alarm untuk membangunkan kita, cobalah pergi tidur 15 menit sebelumnya. Jika ternyata kemudian masih juga memerlukan adanya bunyi alarm kembali untuk membangunkan kita, majukan kembali waktu pergi tidur kita 15 menit dari yang sebelumnya dan seterusnya, hingga kita tidak memerlukan lagi bantuan bunyi alarm untuk dapat bangun. Latihan ini akan membuat kita mengetahui lebih pasti tentang jumlah tidur yang kita butuhkan setiap malamnya.
Akan tetapi, jika setelah tidur selama 7,5 jam malam tersebut ternyata kita tidak bangun dengan perasaan yang segar juga, lebih baik kita pergi ke dokter. Karena itu mungkin disebabkan oleh adanya masalah didalam tubuh kita seperti halnya dengan sleep apnea yang akan mempengaruhi kualitas tidur kita katanya.
Disarikan dan dialihbahasakan dari tulisan Denise Mann didalam WebMD Health News oleh WS Djaka Panungkas – Sekar Kinasih Healing Therapy
Jumat, 18 Februari 2011
Asupan Kalium Melalui Makanan Menurunkan Resiko Terkena Berbagai Penyakit.
/* Kalium (bukan Calcium) merupakan komponen utama yang keberadaannya sangat diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dari suatu sel.
Kandungan kalium, secara alami terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan serta hewan, hanya saja pada tumbuh-tumbuhan (buah-buahan serta sayur-sayuran) seperti halnya pada jeruk, kentang,, pisang, tomat, alpukat, melon dan brokoli, kandungannya lebih banyak, sehingga dengan memakan lebih banyak buah-buahan serta sayur-sayuran, kita akan dapat meningkatkan kadar kalium didalam sel-sel tubuh kita.
Didalam tubuh kita, fungsi terpenting kalium adalah menjaga cairan tubuh kita agar tidak menjadi terlalu pekat maupun terlalu encer, yang prosesnya dikenal dengan sebutan proses osmo-regulasi.
Didalam tubuh, keseimbangan antara ion kalium serta natrium didalam setiap sel merupakan sesuatu yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Keadaan keseimbangan ini diatur tubuh melalui sistem pompa natrium-kalium, yang merupakan cara tubuh didalam menjaga keadaan konsentrasi ion yang sesuai bagi setiap bagian tubuh.
Untuk hal inilah maka mengapa kalium dijadikan unsur utama pada setiap energy drink. Minuman-minuman tersebut ditujukan untuk membantu tubuh dalam menjaga ketepatan keseimbangan kalium dan natriumnya yang terbuang saat berolah-raga, melalui keringat yang mengalir.
Demikian juga dengan obat-obatan, dimana kandungan kalium didalamnya dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi. Karena, dengan cara meningkatkan kadar kalium kelebihan dari konsentrasi kadar natriumnya didalam darah sebagai penyebab tingginya tekanan darah, akan menurun.
Kalium juga dikenal sebagai sebuah elektrolit yang dibutuhkan untuk hidrasi,. Karena seperti halnya dengan kalsium dan magnesium, kalium juga memiliki peran yang sangat penting bagi fungsi-fungsi hati, otot serta ginjal. Kalium juga memiliki fungsi sebagai penghambat terjadinya kontraksi otot yang tidak semestinya serta memiliki peran yang sangat penting dalam mengoptimalkan fungsi otak dan syaraf.
Kadar kalium yang sesuai dalam tubuh ternyata juga mampu menurunkan resiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular. Dan pada kenyataannya orang-orang yang diet makanannya memiliki jumlah sayuran yang tinggi lebih sedikit yang mengalami serangan jantung maupun stroke. Disisi lain, asupan kalium yang rendah atau tidak mencukupi ternyata mampu meningkatkan kemungkinan dirinya untuk menderita stroke atau mengalami kematian akibat penyakit kardiovaskular
Penelitian-penelitian juga telah menunjukkan adanya kaitan peran dari potassium atau kalium dalam memperkuat keadaan tulang serta menurunkan resiko terkena osteoporosis. Suatu penelitian bahkan telah berhasil menunjukkan adanya hubungan yang signifikan diantara asupan kalium dengan kepadatan mineral yang terjadi pada tulang (Bone Mineral Density) yang menunjukkan bahwa diet tinggi kalium akan langsung mempengaruhi BMD sehingga mengurangi risiko berkembangnya osteoporosis
Selain hal tersebut, ternyata asupan kalium-pun mampu menunjang kelenjar pankreas dalam mengeluarkan insulin. Suatu penelitian yang dilakukan tahun 1960 melalui pembagian dua kelompok peserta dengan cara salah satu kelompok pesertanya mendapat pemberian kalium selama dua minggu sedangkan kelompok yang lainnya tidak.
Sebagai hasilnya, ternyata kelompok yang menerima kalium menjadi memiliki toleransi terhadap glukosa yang lebih tinggi daripada yang tidak menerimanya, sebagai pertanda bahwa kehadiran kalium pada mereka telah menyebabkan pankreas mereka bekerja lebih efisien. Hingga sejak itu kalangan medis menyatakan bahwa asupan kalium yang memadai akan dapat mencegah timbulnya penyakit diabet.
Seperti halnya perannya didalam mencegah terjadinya tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, diabetes, osteoporosis serta kanker. Sehingga pemberian diet tinggi kalium dihubungkan dengan upaya penurunan resiko terjadinya cancer kolorektal seperti apa yang telah dapat dibuktikn selama ini. Dan tidak tertutup kemungkinan juga bahwa asupan kalium yang memadai juga akan dapat mencegah timbulnya kanker jenis lain.
Dialihbahasa dan disarikan oleh WS Djaka Panungkas dari sumber asli : Bewellbuzz.com Kalium (bukan Calcium) merupakan komponen utama yang keberadaannya sangat diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dari suatu sel.
Kandungan kalium, secara alami terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan serta hewan, hanya saja pada tumbuh-tumbuhan (buah-buahan serta sayur-sayuran) seperti halnya pada jeruk, kentang,, pisang, tomat, alpukat, melon dan brokoli, kandungannya lebih banyak, sehingga dengan memakan lebih banyak buah-buahan serta sayur-sayuran, kita akan dapat meningkatkan kadar kalium didalam sel-sel tubuh kita.
Didalam tubuh kita, fungsi terpenting kalium adalah menjaga cairan tubuh kita agar tidak menjadi terlalu pekat maupun terlalu encer, yang prosesnya dikenal dengan sebutan proses osmo-regulasi.
Didalam tubuh, keseimbangan antara ion kalium serta natrium didalam setiap sel merupakan sesuatu yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Keadaan keseimbangan ini diatur tubuh melalui sistem pompa natrium-kalium, yang merupakan cara tubuh didalam menjaga keadaan konsentrasi ion yang sesuai bagi setiap bagian tubuh.
Untuk hal inilah maka mengapa kalium dijadikan unsur utama pada setiap energy drink. Minuman-minuman tersebut ditujukan untuk membantu tubuh dalam menjaga ketepatan keseimbangan kalium dan natriumnya yang terbuang saat berolah-raga, melalui keringat yang mengalir.
Demikian juga dengan obat-obatan, dimana kandungan kalium didalamnya dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi. Karena, dengan cara meningkatkan kadar kalium kelebihan dari konsentrasi kadar natriumnya didalam darah sebagai penyebab tingginya tekanan darah, akan menurun.
Kalium juga dikenal sebagai sebuah elektrolit yang dibutuhkan untuk hidrasi,. Karena seperti halnya dengan kalsium dan magnesium, kalium juga memiliki peran yang sangat penting bagi fungsi-fungsi hati, otot serta ginjal. Kalium juga memiliki fungsi sebagai penghambat terjadinya kontraksi otot yang tidak semestinya serta memiliki peran yang sangat penting dalam mengoptimalkan fungsi otak dan syaraf.
Kadar kalium yang sesuai dalam tubuh ternyata juga mampu menurunkan resiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular. Dan pada kenyataannya orang-orang yang diet makanannya memiliki jumlah sayuran yang tinggi lebih sedikit yang mengalami serangan jantung maupun stroke. Disisi lain, asupan kalium yang rendah atau tidak mencukupi ternyata mampu meningkatkan kemungkinan dirinya untuk menderita stroke atau mengalami kematian akibat penyakit kardiovaskular
Penelitian-penelitian juga telah menunjukkan adanya kaitan peran dari potassium atau kalium dalam memperkuat keadaan tulang serta menurunkan resiko terkena osteoporosis. Suatu penelitian bahkan telah berhasil menunjukkan adanya hubungan yang signifikan diantara asupan kalium dengan kepadatan mineral yang terjadi pada tulang (Bone Mineral Density) yang menunjukkan bahwa diet tinggi kalium akan langsung mempengaruhi BMD sehingga mengurangi risiko berkembangnya osteoporosis
Selain hal tersebut, ternyata asupan kalium-pun mampu menunjang kelenjar pankreas dalam mengeluarkan insulin. Suatu penelitian yang dilakukan tahun 1960 melalui pembagian dua kelompok peserta dengan cara salah satu kelompok pesertanya mendapat pemberian kalium selama dua minggu sedangkan kelompok yang lainnya tidak.
Sebagai hasilnya, ternyata kelompok yang menerima kalium menjadi memiliki toleransi terhadap glukosa yang lebih tinggi daripada yang tidak menerimanya, sebagai pertanda bahwa kehadiran kalium pada mereka telah menyebabkan pankreas mereka bekerja lebih efisien. Hingga sejak itu kalangan medis menyatakan bahwa asupan kalium yang memadai akan dapat mencegah timbulnya penyakit diabet.
Seperti halnya perannya didalam mencegah terjadinya tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, diabetes, osteoporosis serta kanker. Sehingga pemberian diet tinggi kalium dihubungkan dengan upaya penurunan resiko terjadinya cancer kolorektal seperti apa yang telah dapat dibuktikn selama ini. Dan tidak tertutup kemungkinan juga bahwa asupan kalium yang memadai juga akan dapat mencegah timbulnya kanker jenis lain.
Dialihbahasa dan disarikan oleh WS Djaka Panungkas dari sumber asli : Bewellbuzz.com
Kandungan kalium, secara alami terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan serta hewan, hanya saja pada tumbuh-tumbuhan (buah-buahan serta sayur-sayuran) seperti halnya pada jeruk, kentang,, pisang, tomat, alpukat, melon dan brokoli, kandungannya lebih banyak, sehingga dengan memakan lebih banyak buah-buahan serta sayur-sayuran, kita akan dapat meningkatkan kadar kalium didalam sel-sel tubuh kita.
Didalam tubuh kita, fungsi terpenting kalium adalah menjaga cairan tubuh kita agar tidak menjadi terlalu pekat maupun terlalu encer, yang prosesnya dikenal dengan sebutan proses osmo-regulasi.
Didalam tubuh, keseimbangan antara ion kalium serta natrium didalam setiap sel merupakan sesuatu yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Keadaan keseimbangan ini diatur tubuh melalui sistem pompa natrium-kalium, yang merupakan cara tubuh didalam menjaga keadaan konsentrasi ion yang sesuai bagi setiap bagian tubuh.
Untuk hal inilah maka mengapa kalium dijadikan unsur utama pada setiap energy drink. Minuman-minuman tersebut ditujukan untuk membantu tubuh dalam menjaga ketepatan keseimbangan kalium dan natriumnya yang terbuang saat berolah-raga, melalui keringat yang mengalir.
Demikian juga dengan obat-obatan, dimana kandungan kalium didalamnya dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi. Karena, dengan cara meningkatkan kadar kalium kelebihan dari konsentrasi kadar natriumnya didalam darah sebagai penyebab tingginya tekanan darah, akan menurun.
Kalium juga dikenal sebagai sebuah elektrolit yang dibutuhkan untuk hidrasi,. Karena seperti halnya dengan kalsium dan magnesium, kalium juga memiliki peran yang sangat penting bagi fungsi-fungsi hati, otot serta ginjal. Kalium juga memiliki fungsi sebagai penghambat terjadinya kontraksi otot yang tidak semestinya serta memiliki peran yang sangat penting dalam mengoptimalkan fungsi otak dan syaraf.
Kadar kalium yang sesuai dalam tubuh ternyata juga mampu menurunkan resiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular. Dan pada kenyataannya orang-orang yang diet makanannya memiliki jumlah sayuran yang tinggi lebih sedikit yang mengalami serangan jantung maupun stroke. Disisi lain, asupan kalium yang rendah atau tidak mencukupi ternyata mampu meningkatkan kemungkinan dirinya untuk menderita stroke atau mengalami kematian akibat penyakit kardiovaskular
Penelitian-penelitian juga telah menunjukkan adanya kaitan peran dari potassium atau kalium dalam memperkuat keadaan tulang serta menurunkan resiko terkena osteoporosis. Suatu penelitian bahkan telah berhasil menunjukkan adanya hubungan yang signifikan diantara asupan kalium dengan kepadatan mineral yang terjadi pada tulang (Bone Mineral Density) yang menunjukkan bahwa diet tinggi kalium akan langsung mempengaruhi BMD sehingga mengurangi risiko berkembangnya osteoporosis
Selain hal tersebut, ternyata asupan kalium-pun mampu menunjang kelenjar pankreas dalam mengeluarkan insulin. Suatu penelitian yang dilakukan tahun 1960 melalui pembagian dua kelompok peserta dengan cara salah satu kelompok pesertanya mendapat pemberian kalium selama dua minggu sedangkan kelompok yang lainnya tidak.
Sebagai hasilnya, ternyata kelompok yang menerima kalium menjadi memiliki toleransi terhadap glukosa yang lebih tinggi daripada yang tidak menerimanya, sebagai pertanda bahwa kehadiran kalium pada mereka telah menyebabkan pankreas mereka bekerja lebih efisien. Hingga sejak itu kalangan medis menyatakan bahwa asupan kalium yang memadai akan dapat mencegah timbulnya penyakit diabet.
Seperti halnya perannya didalam mencegah terjadinya tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, diabetes, osteoporosis serta kanker. Sehingga pemberian diet tinggi kalium dihubungkan dengan upaya penurunan resiko terjadinya cancer kolorektal seperti apa yang telah dapat dibuktikn selama ini. Dan tidak tertutup kemungkinan juga bahwa asupan kalium yang memadai juga akan dapat mencegah timbulnya kanker jenis lain.
Dialihbahasa dan disarikan oleh WS Djaka Panungkas dari sumber asli : Bewellbuzz.com Kalium (bukan Calcium) merupakan komponen utama yang keberadaannya sangat diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dari suatu sel.
Kandungan kalium, secara alami terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan serta hewan, hanya saja pada tumbuh-tumbuhan (buah-buahan serta sayur-sayuran) seperti halnya pada jeruk, kentang,, pisang, tomat, alpukat, melon dan brokoli, kandungannya lebih banyak, sehingga dengan memakan lebih banyak buah-buahan serta sayur-sayuran, kita akan dapat meningkatkan kadar kalium didalam sel-sel tubuh kita.
Didalam tubuh kita, fungsi terpenting kalium adalah menjaga cairan tubuh kita agar tidak menjadi terlalu pekat maupun terlalu encer, yang prosesnya dikenal dengan sebutan proses osmo-regulasi.
Didalam tubuh, keseimbangan antara ion kalium serta natrium didalam setiap sel merupakan sesuatu yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Keadaan keseimbangan ini diatur tubuh melalui sistem pompa natrium-kalium, yang merupakan cara tubuh didalam menjaga keadaan konsentrasi ion yang sesuai bagi setiap bagian tubuh.
Untuk hal inilah maka mengapa kalium dijadikan unsur utama pada setiap energy drink. Minuman-minuman tersebut ditujukan untuk membantu tubuh dalam menjaga ketepatan keseimbangan kalium dan natriumnya yang terbuang saat berolah-raga, melalui keringat yang mengalir.
Demikian juga dengan obat-obatan, dimana kandungan kalium didalamnya dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi. Karena, dengan cara meningkatkan kadar kalium kelebihan dari konsentrasi kadar natriumnya didalam darah sebagai penyebab tingginya tekanan darah, akan menurun.
Kalium juga dikenal sebagai sebuah elektrolit yang dibutuhkan untuk hidrasi,. Karena seperti halnya dengan kalsium dan magnesium, kalium juga memiliki peran yang sangat penting bagi fungsi-fungsi hati, otot serta ginjal. Kalium juga memiliki fungsi sebagai penghambat terjadinya kontraksi otot yang tidak semestinya serta memiliki peran yang sangat penting dalam mengoptimalkan fungsi otak dan syaraf.
Kadar kalium yang sesuai dalam tubuh ternyata juga mampu menurunkan resiko untuk mengalami penyakit kardiovaskular. Dan pada kenyataannya orang-orang yang diet makanannya memiliki jumlah sayuran yang tinggi lebih sedikit yang mengalami serangan jantung maupun stroke. Disisi lain, asupan kalium yang rendah atau tidak mencukupi ternyata mampu meningkatkan kemungkinan dirinya untuk menderita stroke atau mengalami kematian akibat penyakit kardiovaskular
Penelitian-penelitian juga telah menunjukkan adanya kaitan peran dari potassium atau kalium dalam memperkuat keadaan tulang serta menurunkan resiko terkena osteoporosis. Suatu penelitian bahkan telah berhasil menunjukkan adanya hubungan yang signifikan diantara asupan kalium dengan kepadatan mineral yang terjadi pada tulang (Bone Mineral Density) yang menunjukkan bahwa diet tinggi kalium akan langsung mempengaruhi BMD sehingga mengurangi risiko berkembangnya osteoporosis
Selain hal tersebut, ternyata asupan kalium-pun mampu menunjang kelenjar pankreas dalam mengeluarkan insulin. Suatu penelitian yang dilakukan tahun 1960 melalui pembagian dua kelompok peserta dengan cara salah satu kelompok pesertanya mendapat pemberian kalium selama dua minggu sedangkan kelompok yang lainnya tidak.
Sebagai hasilnya, ternyata kelompok yang menerima kalium menjadi memiliki toleransi terhadap glukosa yang lebih tinggi daripada yang tidak menerimanya, sebagai pertanda bahwa kehadiran kalium pada mereka telah menyebabkan pankreas mereka bekerja lebih efisien. Hingga sejak itu kalangan medis menyatakan bahwa asupan kalium yang memadai akan dapat mencegah timbulnya penyakit diabet.
Seperti halnya perannya didalam mencegah terjadinya tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, diabetes, osteoporosis serta kanker. Sehingga pemberian diet tinggi kalium dihubungkan dengan upaya penurunan resiko terjadinya cancer kolorektal seperti apa yang telah dapat dibuktikn selama ini. Dan tidak tertutup kemungkinan juga bahwa asupan kalium yang memadai juga akan dapat mencegah timbulnya kanker jenis lain.
Dialihbahasa dan disarikan oleh WS Djaka Panungkas dari sumber asli : Bewellbuzz.com
Kamis, 17 Februari 2011
Mengonsumsi Pisang Dapat Mencegah Stroke
/* Dengan memakan sebuah apel dalam sehari, kita dapat membuat diri kita menjadi jarang mengalami sakit yang memaksa kita harus ke dokter, akan tetapi dengan cara memakan pisang dalam satu hari sekali, kita akan dapat mengindarkan diri dari serangan stroke.
Ini merupakan sesuatu ditemukan didalam suatu penelitian baru-baru ini, bahwa seseorang yang tidak kekurangan kalium didalam asupan makanan yang mereka konsumsi, ternyata memiliki kecenderungan untuk mengalami stroke.
Suatu hasil penelitian yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Neurology edisi 13 Agustus 2002, telah memperoleh suatu kenyataan bahwa seseorang dengan tingkat kalium yang rendah dalam pola makan mereka, ternyata memiliki kecenderungan untuk menderita stroke 1,5 kali lebih besar dari mereka yang memiliki pola makan yang memiliki kandungan kalium tinggi.
Pisang adalah salah satu makanan yang merupakan sumber kalium yang paling terkenal selain alpukat, jeruk, sayuran berdaun hijau, susu, serta kacang-kacangan.
Didalam studi tersebut, para peneliti mengikut sertakan 5.600 yang terdiri dari pria maupun wanita yang berusia di atas 65 tahun dan belum pernah mengalami stroke. Dan selama empat sampai enam tahun, mereka juga melacak jumlah kalium yang dikonsumsi oleh masyarakat, tingkat kalium yang terdapat dalam darah mereka, serta obat-obat diuretik yang mereka pergunakan (Obat-obat diuretik merupakan obat-obat yang biasa dipergunakan untuk mengobati mereka yang mengalami tekanan darah tinggi, gagal jantung, serta penyakit ginjal, karena obat-obat ini bekerja meningkatkan produksi urine oleh ginjal hingga mengurangi jumlah air didalam tubuh, dengan efek samping yang umum ditimbulkannya berupa penurunan kadar potasium atau kalium didalam tubuh).
Para peneliti tersebut, ternyata telah menemukan menemukan kenyataan bahwa mereka mempergunakan diuretik dan membiarkan tingkat kalium mereka didalam darah menurun memiliki kemungkinan untuk mengalami stroke 2,5 kali lebih besar daripada para pengguna diuretik yang mendapatkan asupan potasium atau kalium yang tinggi.
Namun para peneliti tersebut yaitu Deborah M. Green, MD, dan rekan-rekannya dari Institut Neuroscience The Queen's Medical Center di Honolulu mengatakan, bahwa dari hasil temuan tersebut bukanlah berarti bahwa menggunakan diuretik dapat menyebabkan kemungkinan untuk mengalami stroke. Karena, penggunaan diuretik akan menjadi lebih efektif apabila disertai dengan asupan kalium yang memadai.
Dalam sebuah editorial, Steven R. Levine, MD, dan Bruce M. Coull, MD, mengatakan bahwa hal ini sangat penting bagi siapapun yang kondisinya sudah berada pada kemungkitan besar untuk mengalami stroke seperti para penderita diabet, memiliki denyut jantung yang tidak teratur (atrial fibrilasi), serta perokok. Dan para peneliti tersebut mengatakan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut lagi untuk mengetahui apakah peningkatan asupan kalium atau suplemen yang mengandung kalium menggunakan kalium juga akan dapat mencegah stroke.
Disarikan dan dialih bahasakan oleh WS Djaka Panungkas sari WebMD Medical News edisi 29 Agustus 2002. Dengan memakan sebuah apel dalam sehari, kita dapat membuat diri kita menjadi jarang mengalami sakit yang memaksa kita harus ke dokter, akan tetapi dengan cara memakan pisang dalam satu hari sekali, kita akan dapat mengindarkan diri dari serangan stroke.
Ini merupakan sesuatu ditemukan didalam suatu penelitian baru-baru ini, bahwa seseorang yang tidak kekurangan kalium didalam asupan makanan yang mereka konsumsi, ternyata memiliki kecenderungan untuk mengalami stroke.
Suatu hasil penelitian yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Neurology edisi 13 Agustus 2002, telah memperoleh suatu kenyataan bahwa seseorang dengan tingkat kalium yang rendah dalam pola makan mereka, ternyata memiliki kecenderungan untuk menderita stroke 1,5 kali lebih besar dari mereka yang memiliki pola makan yang memiliki kandungan kalium tinggi.
Pisang adalah salah satu makanan yang merupakan sumber kalium yang paling terkenal selain alpukat, jeruk, sayuran berdaun hijau, susu, serta kacang-kacangan.
Didalam studi tersebut, para peneliti mengikut sertakan 5.600 yang terdiri dari pria maupun wanita yang berusia di atas 65 tahun dan belum pernah mengalami stroke. Dan selama empat sampai enam tahun, mereka juga melacak jumlah kalium yang dikonsumsi oleh masyarakat, tingkat kalium yang terdapat dalam darah mereka, serta obat-obat diuretik yang mereka pergunakan (Obat-obat diuretik merupakan obat-obat yang biasa dipergunakan untuk mengobati mereka yang mengalami tekanan darah tinggi, gagal jantung, serta penyakit ginjal, karena obat-obat ini bekerja meningkatkan produksi urine oleh ginjal hingga mengurangi jumlah air didalam tubuh, dengan efek samping yang umum ditimbulkannya berupa penurunan kadar potasium atau kalium didalam tubuh).
Para peneliti tersebut, ternyata telah menemukan menemukan kenyataan bahwa mereka mempergunakan diuretik dan membiarkan tingkat kalium mereka didalam darah menurun memiliki kemungkinan untuk mengalami stroke 2,5 kali lebih besar daripada para pengguna diuretik yang mendapatkan asupan potasium atau kalium yang tinggi.
Namun para peneliti tersebut yaitu Deborah M. Green, MD, dan rekan-rekannya dari Institut Neuroscience The Queen's Medical Center di Honolulu mengatakan, bahwa dari hasil temuan tersebut bukanlah berarti bahwa menggunakan diuretik dapat menyebabkan kemungkinan untuk mengalami stroke. Karena, penggunaan diuretik akan menjadi lebih efektif apabila disertai dengan asupan kalium yang memadai.
Dalam sebuah editorial, Steven R. Levine, MD, dan Bruce M. Coull, MD, mengatakan bahwa hal ini sangat penting bagi siapapun yang kondisinya sudah berada pada kemungkitan besar untuk mengalami stroke seperti para penderita diabet, memiliki denyut jantung yang tidak teratur (atrial fibrilasi), serta perokok. Dan para peneliti tersebut mengatakan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut lagi untuk mengetahui apakah peningkatan asupan kalium atau suplemen yang mengandung kalium menggunakan kalium juga akan dapat mencegah stroke.
Disarikan dan dialih bahasakan oleh WS Djaka Panungkas sari WebMD Medical News edisi 29 Agustus 2002.
Ini merupakan sesuatu ditemukan didalam suatu penelitian baru-baru ini, bahwa seseorang yang tidak kekurangan kalium didalam asupan makanan yang mereka konsumsi, ternyata memiliki kecenderungan untuk mengalami stroke.
Suatu hasil penelitian yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Neurology edisi 13 Agustus 2002, telah memperoleh suatu kenyataan bahwa seseorang dengan tingkat kalium yang rendah dalam pola makan mereka, ternyata memiliki kecenderungan untuk menderita stroke 1,5 kali lebih besar dari mereka yang memiliki pola makan yang memiliki kandungan kalium tinggi.
Pisang adalah salah satu makanan yang merupakan sumber kalium yang paling terkenal selain alpukat, jeruk, sayuran berdaun hijau, susu, serta kacang-kacangan.
Didalam studi tersebut, para peneliti mengikut sertakan 5.600 yang terdiri dari pria maupun wanita yang berusia di atas 65 tahun dan belum pernah mengalami stroke. Dan selama empat sampai enam tahun, mereka juga melacak jumlah kalium yang dikonsumsi oleh masyarakat, tingkat kalium yang terdapat dalam darah mereka, serta obat-obat diuretik yang mereka pergunakan (Obat-obat diuretik merupakan obat-obat yang biasa dipergunakan untuk mengobati mereka yang mengalami tekanan darah tinggi, gagal jantung, serta penyakit ginjal, karena obat-obat ini bekerja meningkatkan produksi urine oleh ginjal hingga mengurangi jumlah air didalam tubuh, dengan efek samping yang umum ditimbulkannya berupa penurunan kadar potasium atau kalium didalam tubuh).
Para peneliti tersebut, ternyata telah menemukan menemukan kenyataan bahwa mereka mempergunakan diuretik dan membiarkan tingkat kalium mereka didalam darah menurun memiliki kemungkinan untuk mengalami stroke 2,5 kali lebih besar daripada para pengguna diuretik yang mendapatkan asupan potasium atau kalium yang tinggi.
Namun para peneliti tersebut yaitu Deborah M. Green, MD, dan rekan-rekannya dari Institut Neuroscience The Queen's Medical Center di Honolulu mengatakan, bahwa dari hasil temuan tersebut bukanlah berarti bahwa menggunakan diuretik dapat menyebabkan kemungkinan untuk mengalami stroke. Karena, penggunaan diuretik akan menjadi lebih efektif apabila disertai dengan asupan kalium yang memadai.
Dalam sebuah editorial, Steven R. Levine, MD, dan Bruce M. Coull, MD, mengatakan bahwa hal ini sangat penting bagi siapapun yang kondisinya sudah berada pada kemungkitan besar untuk mengalami stroke seperti para penderita diabet, memiliki denyut jantung yang tidak teratur (atrial fibrilasi), serta perokok. Dan para peneliti tersebut mengatakan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut lagi untuk mengetahui apakah peningkatan asupan kalium atau suplemen yang mengandung kalium menggunakan kalium juga akan dapat mencegah stroke.
Disarikan dan dialih bahasakan oleh WS Djaka Panungkas sari WebMD Medical News edisi 29 Agustus 2002. Dengan memakan sebuah apel dalam sehari, kita dapat membuat diri kita menjadi jarang mengalami sakit yang memaksa kita harus ke dokter, akan tetapi dengan cara memakan pisang dalam satu hari sekali, kita akan dapat mengindarkan diri dari serangan stroke.
Ini merupakan sesuatu ditemukan didalam suatu penelitian baru-baru ini, bahwa seseorang yang tidak kekurangan kalium didalam asupan makanan yang mereka konsumsi, ternyata memiliki kecenderungan untuk mengalami stroke.
Suatu hasil penelitian yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Neurology edisi 13 Agustus 2002, telah memperoleh suatu kenyataan bahwa seseorang dengan tingkat kalium yang rendah dalam pola makan mereka, ternyata memiliki kecenderungan untuk menderita stroke 1,5 kali lebih besar dari mereka yang memiliki pola makan yang memiliki kandungan kalium tinggi.
Pisang adalah salah satu makanan yang merupakan sumber kalium yang paling terkenal selain alpukat, jeruk, sayuran berdaun hijau, susu, serta kacang-kacangan.
Didalam studi tersebut, para peneliti mengikut sertakan 5.600 yang terdiri dari pria maupun wanita yang berusia di atas 65 tahun dan belum pernah mengalami stroke. Dan selama empat sampai enam tahun, mereka juga melacak jumlah kalium yang dikonsumsi oleh masyarakat, tingkat kalium yang terdapat dalam darah mereka, serta obat-obat diuretik yang mereka pergunakan (Obat-obat diuretik merupakan obat-obat yang biasa dipergunakan untuk mengobati mereka yang mengalami tekanan darah tinggi, gagal jantung, serta penyakit ginjal, karena obat-obat ini bekerja meningkatkan produksi urine oleh ginjal hingga mengurangi jumlah air didalam tubuh, dengan efek samping yang umum ditimbulkannya berupa penurunan kadar potasium atau kalium didalam tubuh).
Para peneliti tersebut, ternyata telah menemukan menemukan kenyataan bahwa mereka mempergunakan diuretik dan membiarkan tingkat kalium mereka didalam darah menurun memiliki kemungkinan untuk mengalami stroke 2,5 kali lebih besar daripada para pengguna diuretik yang mendapatkan asupan potasium atau kalium yang tinggi.
Namun para peneliti tersebut yaitu Deborah M. Green, MD, dan rekan-rekannya dari Institut Neuroscience The Queen's Medical Center di Honolulu mengatakan, bahwa dari hasil temuan tersebut bukanlah berarti bahwa menggunakan diuretik dapat menyebabkan kemungkinan untuk mengalami stroke. Karena, penggunaan diuretik akan menjadi lebih efektif apabila disertai dengan asupan kalium yang memadai.
Dalam sebuah editorial, Steven R. Levine, MD, dan Bruce M. Coull, MD, mengatakan bahwa hal ini sangat penting bagi siapapun yang kondisinya sudah berada pada kemungkitan besar untuk mengalami stroke seperti para penderita diabet, memiliki denyut jantung yang tidak teratur (atrial fibrilasi), serta perokok. Dan para peneliti tersebut mengatakan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut lagi untuk mengetahui apakah peningkatan asupan kalium atau suplemen yang mengandung kalium menggunakan kalium juga akan dapat mencegah stroke.
Disarikan dan dialih bahasakan oleh WS Djaka Panungkas sari WebMD Medical News edisi 29 Agustus 2002.
Langganan:
Postingan (Atom)
UNTUK MENCAPAI SERTA MEMPERTAHANKAN SUATU KEPULIHAN
- Sadari sepenuhnya bahwa sebenarnya tubuh Anda memiliki proses-proses alami yang bila dicermati benar-benar, ternyata bahwa proses-proses tersebut memiliki kinerja yang bersifat memelihara, melindungi serta memulihkan dirinya.
- Sadari sepenuhnya akan ke-Maha Pengasihan Tuhan, dengan menyadari bahwa sebagai “Yang Maha Pengasih” walau dengan alasan apapun pasti tidak akan membiarkan yang dikasihi oleh-Nya sampai harus mengalami penderitaan (cobalah cermati kinerja proses-proses tubuh kita tersebut, yang diciptakan-Nya sebagai bukti dari Ke Maha Pengasihan-Nya tersebut, yang menunjukan bahwa Dia tidak menginginkan sampai kita menghadapi masalah, penderitaan maupun penyakit).
- Sadari bahwa setiap masalah atau penyakit sebenarnya merupakan sesuatu yang terjadi jika kita salah didalam berpola pikir serta berpola makan, akibat lebih bertolok ukurkan pada upaya-upaya untuk memuaskan serta menyenangkan diri dari pada bertolok ukurkan pada pola yang dikehendaki-Nya untuk kita lakukan didalam memelihara serta menjaga keutuhan tubuh kita tersebut dengan selalu menerapkan kehendak-Nya didalam setiap gerak langkah yang kita lakukan didalam kehidupan kita sejak saat kita berpikir.
- Upayakan agar jangan menilai berlebihan apapun atau siapapun, tapi usahakanlah untuk dapat selalu menciptakan kehidupan yang bertolok ukurkan pada upaya-upaya untuk menciptakan kehidupan bersama yang saling mengasihi atau saling tidak menciptakan masalah satu sama lain. Jadi, hindari penerapan sikap serta prilaku tolok ukurnya berdasarkan pementingan, pemuasan, serta penyenangan diri, keluarga, golongan, agama dan lain-lainnya.
- Berpeganglah pada suatu prinsip bahwa apapun yang akan kita lakukan harus selain akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita, juga harus jangan sampai bisa menimbulkan masalah bagi pihak yang lain.
- Jangan terlalu mempermasalahkan apapun termasuk apa yang diperbuat oleh orang lain. Tetapi, ingatlah selalu bahwa demi dapat menciptakan ketentraman hidup bersama pihak lain, awalilah menciptakannya melalui pengelolaan pola berpikir serta pola bertindak diri kita sendiri.
- Tinggalkan pola makan serta minum yang cenderung didasari oleh keinginan untuk dapat memenuhi selera, rasa menyukai atau karena ingin mengikuti mode agar tidak disebut ketinggalan jaman saja, mengingat bermanfaat atau tidaknya yang tergantung dari dibutuhkan atau tidaknya oleh proses-proses tubuh pada saat itu.
- Jangan sampai berpikir tentang apa yang harus dilakukan oleh orang lain maupun diri kita sendiri agar kita mencapai kepuasan atau kesenangan. Tetapi pikirkanlah apa yang harus kita lakukan agar kita dapat hidup tentram dan damai dengan siapapun.
Sekar Kinasih Healing Therapy
Sistim pemulihan melalui pengelolaan pola berpikir dan pola makan/minum
GRATIS KONSULTASI JARAK JAUH
UNTUK INFORMASI TERAPI JARAK JAUH, SILAHKAN MENGHUBUNGI :
|