KOTAK PENCARIAN GOOGLE


Minggu, 20 Februari 2011

Percekcokan Rumah Tangga Menurunkan Sistim Kekebalan Tubuh

/* Suatu penelitian telah menunjukan bahwa walaupun suatu bahtera perkawinan telah berhasil diarungi selama puluhan tahun, jika pada nyatanya sering terjebak masuk kedalam kancah perselisihan paham atau percekcokan, maka dampak negatif stress bertubi-tubi yang dialami oleh mereka tidak akan mungkin terhindarkan lagi.

Para peneliti dari Ohio State University telah menemukan kenyataan bahwa percekcokan yang terjadi antara sepasang suami- istri yang rata-rata telah menikah selama 42 tahun sangat erat kaitannya dengankeadaan semakin melemahnya sistim kekebalan tubuh mereka sebagai akibat dari peningkatan kadar hormon stress yang selama itu terjadi pada diri mereka.

Akibatnya, diri mereka menjadi rentan terhadap tularan suatu penyakit bahkan rentan terhadap serangan kanker.

Hasil dari penelitian tersebut, ternyata sangat mirip dengan hal yang telah ditemukan dalam sebuah studi terhadap pasangan- pasangan yang belum lama menempuh bahtera rumah tangganya, seperti yang diungkapkan oleh Janice Kiecolt-Glaser profesor di bidang psikiatri dan psikologi pada Ohio State University yang juga terlibat didalam kedua penelitian tersebut.

Namun, menurutnya dia sangat yakin bahwa dampak yang ditimbulkannya pasti akan jauh lebih mengejutkan lagi dengan yang terjadi pada pasangan-pasangan yang usia perkawinannya lebih lama.

"Anda mungkin berpikir bahwa dampak perselisihan pada pasangan lebih tua pasti akan lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh pasangan-pasangan muda, dengan dasar pemikiran bahwa pada pasangan yang lebih tua pasti sudah terbiasa dalam menghadapi masalah dan lebih dewasa cara berpikirnya. Tetapi didalam kenyataannya bukan hal seperti itu malah yang terjadi" Kata Janice Kiecolt Glaser.

Pandangan tersebut tentunya didasari oleh pemahaman bahwa pasangan lebih tua pada umumnya relatif bahagia karena mampu mempertahankan hidup perkawinan mereka sedangkan yang yang keutuhan hidup perkawinan mereka diragukan, dalam penelitian tersebut hanya berjumlah sekitar 13 persen-nya saja. Selain hal tersebut, pada umumnya mereka berperilaku jauh lebih positif serta perilaku negatifnya tidak sebesar apa yang terjadi pada pasangan-pasangan muda.

Menurut Janice Kiecolt, disamping memiliki keuntungan-keuntungan tersebut, bagaimanapun juga pasangan-pasangan yang lebih lama dalam menjalani hidup perkawinan mereka tetap tidak akan terlepas dari dampak-dampak puruk dari percekcokan-percekcokan yang pernah mereka alami sebelumnya.

Didalam penelitian ini, Janice Kiecolt telah melakukan penelitian-penelitiannya bersama dengan suaminya yaitu Ronald Glaser profesor dibidang mikrobiologi medis serta imunologi dan dibantu oleh William Malarkey profesor dibidang penyakit dalam. Dan mereka adalah para pakar-pakar dari Ohio State University dari Insitute Behavioral Medicine Research.

Temuan-temuan mereka ini telah dipublikasikan pada jurnal Psychosomatic Medicine serta dilaporkan dalam International Congress of Behavioral Medicine pada bulan Maret 1996.

Dalam projek penelitian ini, mereka telah melibatkan 31 pasangan yang rata-rata berusia diantara 55-75 tahun yang sebelumnya telah diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk menguji berapa jauh tingkat kepuasan yang telah mereka capai dalam menempuh hidup perkawinan mereka.

Kemudian, mereka diminta untuk mengikuti sesi uji lain selama 8-jam di Ohio State's Clinical Research Center dimana pada setiap pesertanya dipasang tabung infus yang memungkinkan para peneliti dengan mudah akan dapat mengambil sampel darah secara berkala, selama percobaan tersebut berlangsung.

Selanjutnya, setiap pasangan diminta untuk masing-masing mendiskusikan topik-topik yang dalam hidup perkawinannya pernah menimbulkan masalah, dan untuk hal tersebut mereka diberi waktu selama setengah jam untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Selama waktu itu, para peneliti secara rutin mengambil sampel darah mereka untuk diuji indikator fungsi dari sistim kekebalan tubuh mereka, serta terjadinya perubahan- perubahan kadar hormon pada darah mereka.

Selain itu, para peneliti juga merekam setiap diskusi yang dilakukan mereka serta menghitung jumlah perilaku negatif setiap individu dari pasangan tersebut.
"Kami menemukan kenyataan bahwa semakin buruk sikap dan pikiran negatip yang mereka miliki terhadap pasangannya, semakin menurun juga sistim kekebalan tubuh mereka." kata Glaser.

Sehingga, setiap pasangan yang memiliki sistim kekebalan tubuh lemah dapat disimpulkan dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari membiarkan sikap negatip masing-masing didalam membicarakan perbedaan pendirian atau pendapat mereka.

Didalam penelitian ini, kadar beberapa hormon seperti halnya kortisol, ACTH, dan norepinefrin dalam darah juga diukur selama perdebatan yang terjadi diantara setiap pasangan tersebut , untuk dapat menguji pengeluaran hormon-hormon stres, karena hal tersebut sangat mempengaruhi sistim kekebalan tubuh.

Dari hasilnya, ternyata bahwa tingkat hormonal pada pasangan wanita sangat bervariasi dan sangat tergantung kepada jumlah sikap negatif mereka selama perdebatan tersebut serta berapa jauhnya kepuasan yang mereka rasakan dalam menjalani hidup perkawinan mereka.

Sedangkan pada pasangan laki-laki, ternyata mereka sama sekali tidak menampakan adanya yang sampai mengalami perubahan kadar hormon dalam darahnya.
Hal ini, menunjukan bahwa pada kaum wanita pengeluaran hormon kedalam darahnya sangat mudah mengalami perubahan bila terpicu oleh bentuk sikap serta cara berpikirnya .

Sedangkan perubahan yang terjadi pada keadaan sistim kekebalan tubuh mereka, secara nyata terlihat sama terjadi pada kedua jenis pasangan tersebut, yaitu sama-sama terjadi baik pada pasangan-pasanganbaru maupun pasangan-pasangan yang telah lebih lama dalam mengarungi bahtera perkawinan mereka.

Walaupun demikian, pada pasangan yang lebih lama mengarungi hidup perkawinan mereka, ternyata dampak yang ditimbulkannya pada fisik mereka keadaannya nampak jauh lebih besar.

Sehingga seorang lanjut usia umumnya memiliki respon sistim kekebalan tubuh yang jauh lebih lemah darpada yang lebih muda.

Dan didalam penelitian lain yang juga dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University, telah menunjukan bahwa stres kronis yang mereka alami memiliki pengaruh yang sangat besar dalam melemahkan sistim kekebalan tubuh dari orang-orang yang berusia lanjut.

“Orang yang berusia lanjut, rata-rata memiliki tingkat resiko yang lebih besar untuk dapat menderita suatu penyakit menular serta mengalami kematian jika dibandingkan dengan orang-orang yang jauh lebih muda," ungkap Glaser. "Bertambahnya stres, seperti halnya dengan percekcokan rumah tangga, telah menempatkan mereka pada suatu keadaan yang memiliki resiko kesehatan yang besar."

Proyek ini didukung oleh The National Institutes of Health dan Ohio State's Comprehensive Cancer Center.

Dialihbahasa dan disarikan dari tulisan Jeff Grabmeier ( Ohio State University) oleh WS Djaka Panungkas Alibassa Suatu penelitian telah menunjukan bahwa walaupun suatu bahtera perkawinan telah berhasil diarungi selama puluhan tahun, jika pada nyatanya sering terjebak masuk kedalam kancah perselisihan paham atau percekcokan, maka dampak negatif stress bertubi-tubi yang dialami oleh mereka tidak akan mungkin terhindarkan lagi.

Para peneliti dari Ohio State University telah menemukan kenyataan bahwa percekcokan yang terjadi antara sepasang suami- istri yang rata-rata telah menikah selama 42 tahun sangat erat kaitannya dengankeadaan semakin melemahnya sistim kekebalan tubuh mereka sebagai akibat dari peningkatan kadar hormon stress yang selama itu terjadi pada diri mereka.

Akibatnya, diri mereka menjadi rentan terhadap tularan suatu penyakit bahkan rentan terhadap serangan kanker.

Hasil dari penelitian tersebut, ternyata sangat mirip dengan hal yang telah ditemukan dalam sebuah studi terhadap pasangan- pasangan yang belum lama menempuh bahtera rumah tangganya, seperti yang diungkapkan oleh Janice Kiecolt-Glaser profesor di bidang psikiatri dan psikologi pada Ohio State University yang juga terlibat didalam kedua penelitian tersebut.

Namun, menurutnya dia sangat yakin bahwa dampak yang ditimbulkannya pasti akan jauh lebih mengejutkan lagi dengan yang terjadi pada pasangan-pasangan yang usia perkawinannya lebih lama.

"Anda mungkin berpikir bahwa dampak perselisihan pada pasangan lebih tua pasti akan lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh pasangan-pasangan muda, dengan dasar pemikiran bahwa pada pasangan yang lebih tua pasti sudah terbiasa dalam menghadapi masalah dan lebih dewasa cara berpikirnya. Tetapi didalam kenyataannya bukan hal seperti itu malah yang terjadi" Kata Janice Kiecolt Glaser.

Pandangan tersebut tentunya didasari oleh pemahaman bahwa pasangan lebih tua pada umumnya relatif bahagia karena mampu mempertahankan hidup perkawinan mereka sedangkan yang yang keutuhan hidup perkawinan mereka diragukan, dalam penelitian tersebut hanya berjumlah sekitar 13 persen-nya saja. Selain hal tersebut, pada umumnya mereka berperilaku jauh lebih positif serta perilaku negatifnya tidak sebesar apa yang terjadi pada pasangan-pasangan muda.

Menurut Janice Kiecolt, disamping memiliki keuntungan-keuntungan tersebut, bagaimanapun juga pasangan-pasangan yang lebih lama dalam menjalani hidup perkawinan mereka tetap tidak akan terlepas dari dampak-dampak puruk dari percekcokan-percekcokan yang pernah mereka alami sebelumnya.

Didalam penelitian ini, Janice Kiecolt telah melakukan penelitian-penelitiannya bersama dengan suaminya yaitu Ronald Glaser profesor dibidang mikrobiologi medis serta imunologi dan dibantu oleh William Malarkey profesor dibidang penyakit dalam. Dan mereka adalah para pakar-pakar dari Ohio State University dari Insitute Behavioral Medicine Research.

Temuan-temuan mereka ini telah dipublikasikan pada jurnal Psychosomatic Medicine serta dilaporkan dalam International Congress of Behavioral Medicine pada bulan Maret 1996.

Dalam projek penelitian ini, mereka telah melibatkan 31 pasangan yang rata-rata berusia diantara 55-75 tahun yang sebelumnya telah diminta untuk mengisi kuesioner yang ditujukan untuk menguji berapa jauh tingkat kepuasan yang telah mereka capai dalam menempuh hidup perkawinan mereka.

Kemudian, mereka diminta untuk mengikuti sesi uji lain selama 8-jam di Ohio State's Clinical Research Center dimana pada setiap pesertanya dipasang tabung infus yang memungkinkan para peneliti dengan mudah akan dapat mengambil sampel darah secara berkala, selama percobaan tersebut berlangsung.

Selanjutnya, setiap pasangan diminta untuk masing-masing mendiskusikan topik-topik yang dalam hidup perkawinannya pernah menimbulkan masalah, dan untuk hal tersebut mereka diberi waktu selama setengah jam untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Selama waktu itu, para peneliti secara rutin mengambil sampel darah mereka untuk diuji indikator fungsi dari sistim kekebalan tubuh mereka, serta terjadinya perubahan- perubahan kadar hormon pada darah mereka.

Selain itu, para peneliti juga merekam setiap diskusi yang dilakukan mereka serta menghitung jumlah perilaku negatif setiap individu dari pasangan tersebut.
"Kami menemukan kenyataan bahwa semakin buruk sikap dan pikiran negatip yang mereka miliki terhadap pasangannya, semakin menurun juga sistim kekebalan tubuh mereka." kata Glaser.

Sehingga, setiap pasangan yang memiliki sistim kekebalan tubuh lemah dapat disimpulkan dapat dipastikan bahwa hal tersebut merupakan dampak dari membiarkan sikap negatip masing-masing didalam membicarakan perbedaan pendirian atau pendapat mereka.

Didalam penelitian ini, kadar beberapa hormon seperti halnya kortisol, ACTH, dan norepinefrin dalam darah juga diukur selama perdebatan yang terjadi diantara setiap pasangan tersebut , untuk dapat menguji pengeluaran hormon-hormon stres, karena hal tersebut sangat mempengaruhi sistim kekebalan tubuh.

Dari hasilnya, ternyata bahwa tingkat hormonal pada pasangan wanita sangat bervariasi dan sangat tergantung kepada jumlah sikap negatif mereka selama perdebatan tersebut serta berapa jauhnya kepuasan yang mereka rasakan dalam menjalani hidup perkawinan mereka.

Sedangkan pada pasangan laki-laki, ternyata mereka sama sekali tidak menampakan adanya yang sampai mengalami perubahan kadar hormon dalam darahnya.
Hal ini, menunjukan bahwa pada kaum wanita pengeluaran hormon kedalam darahnya sangat mudah mengalami perubahan bila terpicu oleh bentuk sikap serta cara berpikirnya .

Sedangkan perubahan yang terjadi pada keadaan sistim kekebalan tubuh mereka, secara nyata terlihat sama terjadi pada kedua jenis pasangan tersebut, yaitu sama-sama terjadi baik pada pasangan-pasanganbaru maupun pasangan-pasangan yang telah lebih lama dalam mengarungi bahtera perkawinan mereka.

Walaupun demikian, pada pasangan yang lebih lama mengarungi hidup perkawinan mereka, ternyata dampak yang ditimbulkannya pada fisik mereka keadaannya nampak jauh lebih besar.

Sehingga seorang lanjut usia umumnya memiliki respon sistim kekebalan tubuh yang jauh lebih lemah darpada yang lebih muda.

Dan didalam penelitian lain yang juga dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State University, telah menunjukan bahwa stres kronis yang mereka alami memiliki pengaruh yang sangat besar dalam melemahkan sistim kekebalan tubuh dari orang-orang yang berusia lanjut.

“Orang yang berusia lanjut, rata-rata memiliki tingkat resiko yang lebih besar untuk dapat menderita suatu penyakit menular serta mengalami kematian jika dibandingkan dengan orang-orang yang jauh lebih muda," ungkap Glaser. "Bertambahnya stres, seperti halnya dengan percekcokan rumah tangga, telah menempatkan mereka pada suatu keadaan yang memiliki resiko kesehatan yang besar."

Proyek ini didukung oleh The National Institutes of Health dan Ohio State's Comprehensive Cancer Center.

Dialihbahasa dan disarikan dari tulisan Jeff Grabmeier ( Ohio State University) oleh WS Djaka Panungkas Alibassa

Tidak ada komentar:

UNTUK MENCAPAI SERTA MEMPERTAHANKAN SUATU KEPULIHAN

  1. Sadari sepenuhnya bahwa sebenarnya tubuh Anda memiliki proses-proses alami yang bila dicermati benar-benar, ternyata bahwa proses-proses tersebut memiliki kinerja yang bersifat memelihara, melindungi serta memulihkan dirinya.
  2. Sadari sepenuhnya akan ke-Maha Pengasihan Tuhan, dengan menyadari bahwa sebagai “Yang Maha Pengasih walau dengan alasan apapun pasti tidak akan membiarkan yang dikasihi oleh-Nya sampai harus mengalami penderitaan (cobalah cermati kinerja proses-proses tubuh kita tersebut, yang diciptakan-Nya sebagai bukti dari Ke Maha Pengasihan-Nya tersebut, yang menunjukan bahwa Dia tidak menginginkan sampai kita menghadapi masalah, penderitaan maupun penyakit).
  3. Sadari bahwa setiap masalah atau penyakit sebenarnya merupakan sesuatu yang terjadi jika kita salah didalam berpola pikir serta berpola makan, akibat lebih bertolok ukurkan pada upaya-upaya untuk memuaskan serta menyenangkan diri dari pada bertolok ukurkan pada pola yang dikehendaki-Nya untuk kita lakukan didalam memelihara serta menjaga keutuhan tubuh kita tersebut dengan selalu menerapkan kehendak-Nya didalam setiap gerak langkah yang kita lakukan didalam kehidupan kita sejak saat kita berpikir.
  4. Upayakan agar jangan menilai berlebihan apapun atau siapapun, tapi usahakanlah untuk dapat selalu menciptakan kehidupan yang bertolok ukurkan pada upaya-upaya untuk menciptakan kehidupan bersama yang saling mengasihi atau saling tidak menciptakan masalah satu sama lain. Jadi, hindari penerapan sikap serta prilaku tolok ukurnya berdasarkan pementingan, pemuasan, serta penyenangan diri, keluarga, golongan, agama dan lain-lainnya.
  5. Berpeganglah pada suatu prinsip bahwa apapun yang akan kita lakukan harus selain akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita, juga harus jangan sampai bisa menimbulkan masalah bagi pihak yang lain.
  6. Jangan terlalu mempermasalahkan apapun termasuk apa yang diperbuat oleh orang lain. Tetapi, ingatlah selalu bahwa demi dapat menciptakan ketentraman hidup bersama pihak lain, awalilah menciptakannya melalui pengelolaan pola berpikir serta pola bertindak diri kita sendiri.
  7. Tinggalkan pola makan serta minum yang cenderung didasari oleh keinginan untuk dapat memenuhi selera, rasa menyukai atau karena ingin mengikuti mode agar tidak disebut ketinggalan jaman saja, mengingat bermanfaat atau tidaknya yang tergantung dari dibutuhkan atau tidaknya oleh proses-proses tubuh pada saat itu.
  8. Jangan sampai berpikir tentang apa yang harus dilakukan oleh orang lain maupun diri kita sendiri agar kita mencapai kepuasan atau kesenangan. Tetapi pikirkanlah apa yang harus kita lakukan agar kita dapat hidup tentram dan damai dengan siapapun.

Sekar Kinasih Healing Therapy

Sistim pemulihan melalui pengelolaan pola berpikir dan pola makan/minum

GRATIS KONSULTASI JARAK JAUH

UNTUK INFORMASI TERAPI JARAK JAUH, SILAHKAN MENGHUBUNGI :

mindhealingtherapy@yahoo.com



,